Catatan
Episode Penting Sejarah Halmahera Tengah

Kondisi ini berdampak kurang baik terhadap stabilitas politik di Halmahera Tengah maupun di Kota Tidore Kepulauan, bahkan nyaris menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan DPRD kala itu.
Sementara di sisi lain, Kota Soasio saat itu telah ditempati oleh dua pemerintahan, yaitu pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah yang dipimpin oleh bupati definitif, serta pemerintah Kota Tidore Kepulauan yang dipimpin oleh penjabat (caretaker) wali kota.
Fase Perpindahan DPRD dari SoasioMke Weda (Periode 2005–2008)
Sejak tahun 2003 hingga 2005, sejarah perjuangan itu kembali digelorakan. Gelombang demonstrasi kembali terjadi, baik oleh kalangan pemuda dan mahasiswa di kantor Bupati Halmahera Tengah yang berada di Tidore Kepulauan, maupun oleh masyarakat Halmahera Tengah di Kota Weda.
Bentuk gerakannya beragam, mulai dari aksi mogok makan hingga boikot kantor camat dan sebagainya. Waktu pun berlalu. Hasil Pemilu tahun 2004 melahirkan 20 anggota DPRD asal Weda, Patani, dan Gebe.
Mereka menghadapi tantangan pertama, di mana seluruh anggota DPRD terpilih berkeinginan agar prosesi pelantikan dilakukan di Weda, sementara Pemda dan sebagian pihak bersikukuh pelantikan dilaksanakan di Tidore.
Namun pada akhirnya, pelantikan dan peresmian DPRD berhasil dilaksanakan di Kota Weda, bertempat di gedung serbaguna (yang kini telah dibangun sebuah masjid).
Pasca pelantikan, DPRD mulai bekerja dengan membentuk dua Panitia Khusus (Pansus), yakni: Pansus Perpindahan Aktivitas Pemerintahan dari Soasio ke Weda, dipimpin oleh Helmi Djen dan Abd. Rahim Odeyani, Pansus Pasca Tambang Gebe, dipimpin oleh Sdr. Ahlan Djumadil dan Sdr. Mustamir Arsad (Almarhum).
Baca Halaman Selanjutnya..





Komentar