(Sebuah Refleksi untuk HUT ke-35 Kabupaten Halmahera Tengah)

Fagogoru: Inheritance dan Habitus Kolektif Orang Gam Range

Husain Ali

Dalam kebudayaan Timur, Koentjaraningrat (1984) menegaskan bahwa rasa malu adalah pelindung martabat, bukan sekadar pembatas perilaku, melainkan mekanisme etis yang menjaga kehormatan diri dan harmoni sosial.

Dalam praktik Fagogoru, mtaket re meimoi berfungsi demikian: seseorang tidak berbuat salah bukan karena takut hukuman, tetapi karena enggan melukai orang lain dan merusak keseimbangan sosial.

Di tengah arus modernitas yang serba cepat, nilai-nilai seperti ini sering kali terpinggirkan. Anthony Giddens (1991)mengingatkan bahwa modernitas mencabut manusia dari akar tradisinya, menimbulkan dislokasi makna yang dalam.

Dalam situasi seperti itu, Fagogoru berperan sebagai jangkar moral yang menjaga keseimbangan agar manusia tidak hanyut oleh perubahan. Ia mengajarkan bahwa kemajuan tidak harus menyingkirkan tradisi, melainkan menumbuhkannya dalam bentuk yang baru dan relevan.

Nilai kasih (gogoru) dan keterikatan relasional (fa) dalam Fagogoru mencerminkan apa yang disebut Robert Putnam (2000) sebagai modal sosial, kepercayaan dan solidaritas yang memperkuat kohesi sosial.

Dalam kehidupan masyarakat Halmahera Tengah, modal sosial ini tampak dalam gotong royong, solidaritas kampung, dan rasa saling percaya yang menjadi fondasi kesejahteraan bersama.

Kajian mutakhir oleh Oktosiyanti M.T. Abdullah dkk. (2024) melalui penelitian Etnopedagogi Fagogoru dalam Penguatan Pendidikan Karakter di Halmahera Tengah menunjukkan bahwa nilai-nilai Fagogoru dapat diintegrasikan dalam pendidikan dasar sebagai bagian dari kurikulum muatan lokal.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...