(Sebuah Refleksi untuk HUT ke-35 Kabupaten Halmahera Tengah)

Fagogoru: Inheritance dan Habitus Kolektif Orang Gam Range

Husain Ali

Oleh: Husain Ali
(Penulis adalah ASN Halmahera Tengah, penikmat dan pemerhati warisan kearifan lokal)

Tidak ada peradaban yang bertahan karena kekuatan atau teknologi semata. Setiap peradaban besar hanya hidup selama nilai-nilainya terus dihidupi lintas generasi.

Di Halmahera Tengah termasuk wilayah Halmahera Timur yang dikenal dengan sebutan Gam Range, tiga negeri bersejarah Weda, Patani, dan Maba, nilai itu bernama Fagogoru: sebuah falsafah hidup yang menautkan kasih, kesantunan, dan rasa malu sebagai simpul kehidupan sosial yang menegakkan martabat manusia.

Secara etimologis, fa berarti “saling” dan gogoru berarti “kasih yang tulus tanpa pamrih.” Namun dalam praktik sosial, makna Fagogoru jauh melampaui arti katanya.

Ia bukan sekadar sistem nilai, melainkan habitus kolektif sebagaimana dijelaskan oleh Pierre Bourdieu (1986) dalam Outline of a Theory of Practice, bahwa manusia dibentuk oleh sistem disposisi sosial yang diwariskan tanpa paksaan, namun menuntun tindakan secara alamiah.

Fagogoru hidup dalam keseharian masyarakat Halmahera Tengah: dalam tutur yang lembut, dalam kebiasaan menunduk hormat, dalam gotong royong, dalam kesediaan memberi tanpa mengharap imbalan. Nilai ini mengalir dari laku, bukan dari wacana; dari kebiasaan, bukan dari aturan.

Empat pilar utamanya, ngaku re rasai (berkarakter dan beradab), budi re bahasa (bertutur santun dan berbudi luhur), sopan re hormat (menghargai dan menghormati), serta mtaket re meimoi (rasa takut dan malu) membentuk struktur moral masyarakat.

Dalam kerangka Clifford Geertz (1973), budaya adalah “jaringan makna” yang ditenun manusia untuk memahami dunianya. Fagogoru adalah jaringan makna itu sendiri: ia menuntun manusia menafsirkan kehidupan, membentuk jati diri, dan meneguhkan hubungan antarmanusia.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...