Dominasi Birokrasi dan Tantangan Kepemimpinan Sherly–Sarbin dalam RAPBD 2026

Dr. Mukhtar Adam

- Belanja Barang dan Jasa 28–38% Naik signifikan hingga 2025, indikasi perilaku spending pressure.
- Belanja Modal 40% ? 11% Penurunan tajam, menunjukkan investment myopia. Belanja Lainnya Fluktuatif (6–23%) Menunjukkan ketidakpastian kebijakan transfer dan hibah.

Analisis Perilaku Keuangan Pemerintah Daerah

Fenomena “Spending Bias” dan Budget Stickiness. Pemerintah daerah cenderung mempertahankan pola belanja rutin, terutama pegawai dan barang/jasa, bahkan saat pendapatan menurun.

Fenomena ini dijelaskan (Leibenstein, 1966; Alesina & Tabellini, 1990) sebagai perilaku fiskal yang membentuk budget stickiness, yaitu resistensi terhadap perubahan struktur anggaran karena tekanan politik dan birokrasi.

“Public officials exhibit status-quo bias in budget decisions, where recurrent expenditures are preserved despite declining revenues.” Alesina, A., & Tabellini, G. (1990)

Dalam konteks Maluku Utara, peningkatan belanja pegawai dari 23,9% (2020) menjadi 35% (2025) menunjukkan path dependency birokratik, dimana belanja rutin tetap menjadi prioritas meski ruang fiskal menurun.

Gejala lain dari kekosongan kepemimpinan politik yang diserahkan ke kepemimpinan birokrasi (Plt Gubernur dan Plt Sekda), menjadikan pola anggaran yang lebih tinggi di alokasikan untuk belanja pegawai dan belanja barang dan jasa.

Fenomena ini tergambar dalam pola grafik alokasi belanja pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), padal Desember 2023, memberikan implikasi pada perilaku belanja yang tercermin dari pola alokasi belanja dalam APBD 2024 dan Tahun 2025.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...