HUT Malut ke-26, Bisa Apa?

Jainul Yusup

Angka-angka ini adalah bukti nyata bahwa Maluku Utara bisa menjadi provinsi yang unggul dalam pertumbuhan ekonomi dan perlindungan sosial.

Meskipun Maluku Utara berpesta di atas gemerlap angka pertumbuhan, ironi dan tantangan struktural yang mendalam tak bisa dikesampingkan, opini dan wacana yang beredar menyebutkan bahwa 26 tahun Maluku Utara adalah "kemilau pertumbuhan, luka di tanah sendiri".

Pertumbuhan ekonomi yang didominasi oleh industri ekstraktif telah menciptakan "kemakmuran makro" yang belum sepenuhnya merata ke tingkat akar rumput.

Provinsi Maluku Utara, meskipun kaya akan harta karun nikel, emas, sampai pada cengkih, pala, kopra, dll, masih menghadapi masalah kemiskinan struktural dan marginalisasi rakyatnya sendiri.

Peningkatan investasi tambang nikel, terutama di wilayah seperti Oba, Obi, Halteng, Haltim, mulai menggerus modal sosial dan ekonomi lokal yang telah lama menopang kesejahteraan masyarakat, yaitu sektor pertanian kelapa.

Tradisi gotong royong lokal yang dikenal sebagai "Babari", yang sebelumnya menjadi solusi ekonomi tanpa pamrih bagi petani, kini terancam oleh masuknya industri padat modal.

Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan struktur agraria dan potensi konflik agraria yang masif, seringkali berkaitan dengan Proyek Strategi Nasional (PSN).

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...