Catatan
Terpaksa Mendefenisikan Ulang Negarawan

Sampai di sini, kita boleh setuju, atau boleh juga tidak. Setidaknya, sangat mungkin bagi calon pemimpin negara berlatar kepala daerah, dianggap rapuh kualitas kenegarawanannya. Di banyak negara, seseorang bermental negarawan, bisa lahir dari latar macam-macam. Ini sampelnya.
Di Polandia, pernah ada Lech Walesa, pekerja galangan kapal, pemimpin oposisi dan pejuang demokrasi yang berkontribusi membebaskan Polanda dari cengkraman idiologi komunis dan mengakhiri perang dingin di tahun 1989.
Dia pemenang nobel perdamaian dan terpilih secara demokratis sebagai presiden Polandia [1990-1995]. Usai periodenya berakhir sebagai presden, Ia kembali menjalani profesinya tadi sebagai teknisi listrik dengan nilai gaji 500 ribu rupiah, ketika itu.
Uruguay juga punya cerita sama. Pernah punya presiden [2010-2015], yang hidupnya paling sederhana. Negarawan itu bernama Jose Alberto Mujica, dari latar politikus dan petani.
Kita tahu itu. Indonesia di hari-hari ini, bisa jadi adalah fakta atas 2 motif pertarungan melanggengkan kekuasaan politik tadi.
Dari sosok bermental negarawan, bisa dipahami jika Ia ikut cawe-cawe memengaruhi, hingga memastikan bahwa pelanjut atau putra mahkotanya, adalah sosok yang tepat. Tepat mengonversi legasinya menjadi berkesinambungan, positif dan makin memakmurkan.
Sebaliknya, yang rapuh mental dan mewariskan beban, hingga potensi kebangkrutan negara, akan menempuh berbagai cara agar dirinya "selamat". Bisa jadi, selamat dan terbebas dari segala potensi jeratan hukum, atau bahkan hingga amukan masa. Setidaknya, sebelum mati.
Baca Halaman Selanjutnya..



Komentar