Tata Kelola Pengawasan Pemilu Perspektif Daerah Kepulauan

Oleh: Rizal Restu Prasetyo
(Pegiat Pemilu)
Pemilihan Umum (Pemilu) yang berintegritas menjadi menjadi pilar utama demokrasi. Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, penyelenggaraan pemilu menghadirkan tantangan yang kompleks.
Integritas pemilu tidak hanya bergantung pada penyelenggara teknis (KPU) dan peserta Pemilu, tetapi juga ditentukan oleh efektivitas lembaga pengawas (Bawaslu).
Tata kelola pengawasan yang dirancang dengan asumsi kondisi geografis dan sosial yang seragam seringkali kurang efektif ketika dihadapkan pada realitas daerah kepulauan.
Provinsi Maluku Utara, dengan gugusan ratusan pulau, infrastruktur yang terbatas, dan dinamika sosio-kultural yang khas, menjadi laboratorium yang relevan untuk mengevaluasi model pengawasan pemilu existing serta memproyeksikan strategi penguatan di masa depan.
Evaluasi Tata Kelola Pengawasan Pemilu di Maluku Utara
1. Tantangan Geografis dan Implikasi Mobilisasi Pengawasan
Tantangan paling fundamental adalah geografi. Maluku Utara terdiri dari 1.474 pulau, dengan mayoritas hanya dapat diakses melalui transportasi laut yang sangat di pengaruhi kondisi cuaca dan ketersediaan alat transportasi. Hal ini berdampak langsung pada beberapa aspek pengawasan.
Pertama, mobilitas pengawas menjadi terbatas, seorang Panwascam di Kepulauan Sula atau Pulau Taliabu mungkin memerlukan waktu berhari-hari untuk mengunjungi seluruh desa di wilayah kerjanya.
Kondisi ini membuat pengawasan melekat pada tahapan krusial seperti distribusi logistik dan kampanye di pulau-pulau terpencil menjadi sulit dilakukan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar