Catatan
Pemotongan TKD dan Implikasinya

Oleh: Abd. Rahim Odeyani
(Penulis adalah tokoh masyarakat Halmahera Tengah)
Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa 23 September 2025, resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2026 menjadi Undang-Undang.
Dalam pidato pengantar di DPR RI, menteri keuangan menjelaskan bahwa belanja negara pada tahun 2026 ini fokus pada delapan agenda prioritas, yaitu ketahanan pangan, ketahanan energi, program Makan Bergizi Gratis (MBG), pendidikan bermutu, kesehatan berkualitas, pembangunan desa, koperasi, UMKM, pertahanan semesta, serta akselerasi investasi dan perdagangan global.
Untuk mendukung agenda tersebut, pemerintah pusat merancang pendapatan negara pada tahun 2026 sebesar 3.153,6 triliun turun berkisar 467, 7 triliun dari tahun 2025 sebesar Rp. 3.621,3 triliun.
Dari pendapatan tersebut, di alokasikan belanja negara sebesar Rp 3.842,7 triliun pada tahun 2026, naik sebesar Rp. 221,7 triliun dari tahun 2025 sebesar Rp. 3.621 triliun.
Belanja ini di alokasikan untuk pemerintah pusat sebesar Rp 3.149,7 triliun naik sebesar Rp. 448, 3 triliun dari tahun 2025 sebesar Rp. 2.701,4 triliun dan untuk belanja transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp. 693 triliun turun sebesar 226,9 Triliun dari TKD tahun 2025 sebesar Rp.919,9 triliun.
Pemerintah beralasan, penurunan Transfer ke daerah (TKD) ini disebabkan karena terjadinya pergeseran alokasi untuk membiayai program-program yang langsung di kelola oleh pemerintah pusat yang manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat seperti program makan bergizi gratis dan seterusnya.
Selain itu, Pemerintah pusat melalui Menteri Keuangan menegaskan bahwa pemotongan Dana Transfer ke Daerah (TKD) bukanlah kebijakan utama, melainkan teguran kepada pemerintah daerah untuk memperbaiki penyerapan dan tata kelola anggaran dengan baik.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar