Jejak Ksatria dari Maluku Utara

Obor Perjuangan yang Tak Pernah Padam
Sukarno dalam bukunya yang berjudul Dibawah Bendera Revolusi pernah menceritrakan mengunjungi sebuah makam yang tidak terurus, tidak ada batu besar untuk menandakan makam ini miliki seorang pahlawan, atau taman untuk menghiasi makam, kuburan itu terlihat berdebu dan sangat tidak terurus, namun diatas batu nisannya itu tertulis kalimat yang begitu menyentuh:
"Obor yang aku nyalakan di malam yang gelap dan sunyi ini, aku serahkan kepada angkatan kemudian."
Kalimat itu adalah simbol dari kesinambungan sejarah. Obor perjuangan berpindah dari tangan ke tangan, dari generasi ke generasi, tanpa pernah padam. Sultan Babullah menyalakan obor itu ketika mengusir Portugis.
Sultan Nuku menyalakannya kembali ketika menentang VOC dan menyatukan rakyat. Haji Salahuddin melanjutkannya di masa berikutnya menentang Pemerintah Hindia Belanda. Dan kini, Pratu Haris Umaternate adalah salah satu penerus obor itu di zaman modern.
Ia mungkin tidak berperang melawan kolonialisme, tetapi medan tugas yang ia jalani adalah bagian dari benteng bangsa yang sama pentingnya. Dengan gugurnya Haris, obor itu kini kembali diserahkan kepada kita semua, agar nyalanya tetap hidup.
Estafet Perjuangan Generasi
Sejarah bangsa ini ibarat sebuah perjalanan panjang yang tidak pernah putus. Setiap generasi menanggung tugas untuk menjaga dan meneruskan api perjuangan.
Dahulu, perjuangan dilakukan dengan mengangkat senjata, mempertahankan laut dan pulau dari invasi asing. Hari ini, perjuangan hadir dalam wujud yang berbeda: menjaga persatuan dalam keberagaman, melawan perpecahan, membangun pendidikan, memperkuat ekonomi, dan menegakkan keadilan sosial.
Perjuangan adalah estafet tanpa garis akhir. Ketika satu generasi telah menunaikan bagiannya, ia menyerahkan tongkat itu kepada generasi berikutnya. Begitu pula dengan obor perjuangan yang pernah dinyalakan Sultan Babullah, Sultan Nuku, dan Haji Salahuddin, kini menyala di tangan generasi muda Indonesia.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar