Kritik Terhadap Kerancuan Analogi dan Arogansi

Maka dalam hal ini saya mencoba menggunakan metode hermeneutik lewat seorang profesor yakni Nasr Hamid Abu Zayd. Teks Al-Qur'an bersifat historis dan budaya sehingga pemahaman akan bergantung pada konteks penafsir dan zaman.
Mukjizat dapat dilihat sebagai penanda zamannya atau metafora yang relevan untuk kondisi politik dan hukum saat ini yang menuntut pembacaan ulang teks untuk menemukan makna dan relevansi baru bagi masa kini.
Hermeneutika membantu memahami teks suci, seperti kisah Nabi Isa yang dipengaruhi oleh waktu, budaya, dan konteks sejarah yang berbeda.
Hal ini memungkinkan kita untuk menemukan relevansi pesan mukjizat bagi kehidupan masa kini. Sebagai pengingat, bahwa ia harus lebih dalam membaca tafsir hermeneutik baik dari nasr hamid abu zayd atau karya seperti Schleiermacher Hermeneutics and criticism, interpretasi teks dan kontekstual dan historis atau semacam Derrida tentang dekonstruksi.
Yang kedua: kritik soal istilah transendental. Apakah transendental itu bersifat apriori seperti halnya Immanuel kant yang membentuk akal budi, yang membentuk pengetahuan kita, seperti ruang, waktu, dan kategori, dan tidak berasal dari pengalaman.
Ataukah transendental nya Mullah Sadra al-hikmat al-muta'aliyah realitas yang melampaui ranah materi, imajinasi, dan rasio murni, khususnya mengenai "gerak trans substansial" atau "eksistensi mendahului esensi", yang merujuk pada konsep "Yang Transenden" itu sendiri atau Tuhan dan dalam tradisi intelektual yang ada dalam filsafat Islam,seperti filsafat Peripatetik, Platonisme, ajaran Sufistik, dan teologi Islam.!
Kritik terhadap Aristoteles terhadap filsafat alam filsafat Peripatetik sebagai kebenaran paling rendah yang menyembunyikan fondasi metafisik aslinya dengan terlalu menekankan pada rasionalisme, sehingga akal cenderung mengaburkan alih alih menjelaskan intuisi Intelektual.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar