(Hari Tani Nasional ke-64; Refleksi dan Harapan bagi Kedaulatan Pejuang Agraria)
Perjuangan dan Penantian tak Berujung

Masyarakat lebih membutuhkan upaya pembangunan yang sesuai dengan potensi sumberdaya dan lingkungan hidupnya. Upaya pembangunan semacam ini dapat kita sebut dengan pendekatan partisipatif.
Menurut Chozin (2019:10) pendekatan yang bersifat partisipatif, dialogis, dan terwujudnya konvergensi antar pihak-pihak terkait merupakan salah satu alternatif yang dalam berbagai kasus telah terbukti efektif memberdayakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya secara lebih layak.
Melalui pendekatan partisipatif, pembangunan berkelanjutan di setiap desa lebih dimungkinkan, sesuai dengan potensi sumberdaya biofisik, kesiapan, dan kebutuhan sosial, ekonomi budaya masyarakat, serta tuntutan kebutuhan lingkungan lokal maupun lingkungan yang lebih luas.
Pada banyak kasus, dalam hal ini negara; menggunakan narasi atas nama kepentingan umum untuk menjadi pembenaran atas perampasan hak-hak yang tidak sesuai dengan asas-asas pengadaan tanah.
Motifnya, tidak lain dan tidak bukan adalah karena lahan akan digunakan untuk berbagai proyek investasi dan bisnis ekstraktif skala besar. Proyek Strategis Nasional (PSN), food estate, sampai militerisme pangan mengikis ruang hidup masyarakat dan hak-hak dasar mereka.
Seperti yang terjadi pada masyarakat Halmahera Timur di April 2025 kemarin. Misalnya, upaya mereka untuk mempertahankan tanah adatnya dari proyek tambang nikel malah dibalas dengan kekerasan fisik, penembakan gas air mata, bahkan penangkapan dan kriminalisasi.
Hingga sebulan setelahnya, tercatat ada 11 warga yang menjadi terdakwa imbas aksi penolakan tambang tersebut.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar