(Hari Tani Nasional ke-64; Refleksi dan Harapan bagi Kedaulatan Pejuang Agraria)
Perjuangan dan Penantian tak Berujung

Oleh: Yadin Panzer
(Anggota Grup Aksi Amnesty Human Rights Ternate)
“Tanah bukan sekedar komoditas,
tapi nyawa bagi banyak orang”
Sesuai dengan pengamatan Joan Martinez Alier (dalam Philip Mcmichael, 2024; 214), dia mencatat bahwa ekstraksi yang dilakukan oleh modal menciptakan ketegangan “antara waktu ekonomis, yang bergerak dalam ritme cepat seiring sirkulasi kapital dan suku bunga.
Waktu geokimia-biologis yang dikendalikan oleh ritme alam_yang mewujud dalam kerusakan tak terpulihkan pada ‘alam’ dan ‘budaya-budaya lokal’ yang punya cara pandang berbeda perihal nilai yang melekat pada sumber-daya mereka”.
Kontradiksi seperti ini mengemuka pada situasi petani yang kian jauh dari sumber mata pencahariannya, dimana menghadirkan ketegangan-ketegangan antara pelestarian berkelanjutan dan atau menjual tanah yang sedari awal dipandang bukan sekeder komoditas semata, melaikan nyawa bagi banyak orang.
Ini merupakan wujud ketegangan nyata untuk para pejuang-pejuang agraria, bisa dibilang ‘pe’ nilai ‘an’ yang berbeda (ekologi-politik) dimaksud.
Dengan cara ini, perubahan dalam sektor pertanian sepanjang waktu sangat terkait dengan hubungan-hubungan rumit yang berhubungan dengan ekstraksi tanah, yang selanjutnya mengarah pada kondisi-kondisi yang mendukung produksi barang-barang tropis dan subtropis yang pada akhirnya memunculkan sistem pangan.
Dengan demikian, sistem pangan dapat ditempatkan secara historis sebagai suatu "struktur rumit dari berbagai tujuan" yang tersembunyi di belakang tampilan fenomenal dari sirkulasi komoditas utama.
Dalam situasi seperti itu, sistem pangan dapat memiliki ciri khas yang mencerminkan periode sejarah tertentu yang bisa dikenali melalui bentuk-bentuk kekuasaan tertentu.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar