Menegakkan Keadilan Dimulai dari Diri Sendiri

“Barang siapa yang hidup ini hanya memikirkan isi perutnya, maka harga dirinya sama dengan apa yang dikeluarkan oleh perut itu sendiri.”
Islam mengajarkan keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Firman Allah:
“Dan carilah kebahagiaan hidup di alam akhirat, tetapi jangan lupakan nasibmu di dunia ini, dan berbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77)
Rasulullah Saw. juga bersabda:
“Kerjakanlah urusan duniamu, seolah-olah engkau akan hidup selama-lamanya. Dan kerjakanlah urusan akhiratmu seolah-olah engkau akan mati besok.” (HR. Ibnu Asakir)
Ayat dan hadits di atas mengisyaratkan bahwa seorang mukmin dituntut bekerja keras di bidang ekonomi, namun dzikir dan ibadah tidak boleh dilalaikan. Al-Qur’an pun mengingatkan:
“Hai orang-orang yang beriman! Jika telah diserukan (panggilan) untuk shalat pada hari Jum’at, maka hendaklah kamu pergi berdzikir kepada Allah (shalat) dan tinggalkanlah perdaganganmu. Yang demikian itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengerti.
Maka apabila telah selesai shalat, hendaklah kamu bertebaran di muka bumi dan carilah karunia Allah (rezeki) dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu memperoleh keberuntungan.” (QS. Al-Jumu’ah: 9–10)
Bekerja tanpa meninggalkan dzikir, dan berdzikir tanpa meninggalkan pekerjaan adalah ciri khas etos kerja Islami yang menghasilkan rezeki halal, diridhai Allah Swt., dan membawa keberkahan dunia akhirat.
Berlaku adil terhadap diri sendiri berarti menjaga keseimbangan antara jasmani dan rohani, dunia dan akhirat. Dari pribadi yang mampu menegakkan keadilan terhadap diri sendiri, lahir keadilan yang lebih luas: terhadap keluarga, masyarakat, dan seluruh makhluk ciptaan Allah. Inilah jalan menuju keberkahan dan keridhaan-Nya. (*)
Komentar