Apatisme Generasi Muda dan Jalan Penyelamatan
Budaya Nusantara di Tepi Jurang Globalisasi

Ia dipandang indah, tapi hanya sebatas benda untuk dipamerkan, bukan lagi bagian dari denyut nadi kehidupan. Jika keadaan ini terus dibiarkan, maka budaya yang seharusnya menjadi ruang ekspresi kolektif hanya akan menjadi foto-foto indah di brosur pariwisata, tanpa lagi berakar kuat dalam keseharian masyarakat.
Apatisme Generasi Muda
Apatisme ini tak muncul tiba-tiba. Ada banyak faktor yang memicunya. Pertama, budaya Nusantara sering diposisikan hanya sebagai “acara seremonial” di sekolah atau perayaan hari besar.
Akibatnya, generasi muda tidak melihat budaya sebagai bagian dari kehidupannya sehari-hari, melainkan sekadar formalitas tahunan.
Kedua, derasnya arus digitalisasi membuat budaya global lebih mudah diakses, lebih dikemas dengan menarik, dan lebih cepat viral. Budaya lokal kalah dalam soal panggung.
Ketiga, sistem pendidikan kita masih belum menempatkan budaya sebagai inti pembentukan karakter, melainkan hanya tempelan kurikulum.
Padahal, budaya Nusantara adalah identitas kolektif bangsa. Tanpa budaya, kita hanyalah kumpulan manusia yang rapuh diterpa arus global.
Budaya adalah akar, dan bangsa tanpa akar akan mudah tercabut dari tanahnya. Apatisme generasi muda terhadap budaya ibarat pohon besar yang kehilangan kesuburan tanah: lambat laun akan tumbang.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar