Administrasi Negara bukan Panggung Eksperimen Kekuasaan

“Bupati bukan Nabi”

Hendra Kasim

Ridwan HR mengutip Laica Marzuki menyebutkan diskresi adalah kebebasan yang diberikan kepada tata usaha negara dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, sejalan dengan meningkatnya tuntutan pelayan publik yang harus diberikan tata usaha negara terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang kian kompleks.

Secara teoritik, diskresi baru dapat diterapkan dalam tiga keadaan,
(i) terjadi kekosongan hukum (rechtvacuum);
(ii) terdapat ketidakjelasan norma atau lebih dari satu pilihan atas penjelasan suatu norma yang mengatur; dan
(iii) keadaan facemayor yang mana hanya dapat diselesaikan melalui tindakan hukum kebijaksanaan pemerintah.

Secara normatif, Pasal 23 UU Administrasi Pemerintahan beserta penjelasannya telah mengatur tindakan pemerintahan dapat diambil bilamana:

(i) ketentuan peraturan perundang-undangan memberikan suatu pilihan keputusan dan/atau tindakan. Biasanya dicirikan dengan kata dapat, boleh, atau diberikan kewenangan, berhak, seharusnya, diharapkan, dan kata-kata lain yang sejenisnya;

(ii) peraturan perundang-undangan tidak mengatur, yaitu ketiadaan atau kekosongan hukum yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu kondisi tertentu atau di luar kelaziman;

(iii) peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas, yakni apabila dalam peraturan perundang-undangan masih mebutuhkan penjelasan lebih lanjut, peraturan yang tumpang tindih (tidak harmonis dan tidak sinkron), dan peraturan yang membutuhkan peraturan pelaksanaan, tetapi belum dibuat;

(iv) adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas, adalah kepentingan yang menyangkut hajat hitup orang banyak, penyelamat kemanusiaan dan keutuhan negara, antara lain bencana alam, wabah penyakit, konflik sosial, kerusuhan, pertahanan dan kesatuan bangsa.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6

Komentar

Loading...