Sekolah Rakyat di Maluku: Jalan Alternatif Pemenuhan Hak Pendidikan

Akankah Sekolah Rakyat Menuai Keberhasilan?
Seperti halnya konsep Pendidikan menurut Paulo Freire bahwa Pendidikan harus berorientasi untuk membebaskan manusia dari kungkungan rasa takut dan tertekan akibat otoritas kekuasaan (penindasan).
Konsep yang ditawarkan Paulo Freire ini, secara ideal mestinya mampu menjadi solusi atas bentuk-bentuk ketimpangan Pendidikan kita, baik secara teritorik maupun praktik di lapangan.
Konsep Pendidikan yang membebaskan seperti yang diusung oleh sekolah rakyat, adalah sebuah sistem Pendidikan yang digunakan untuk memberikan kekuatan kepada anak-anak yang memiliki keterbatasan dalam sektor ekonomi untuk membebaskan diri mereka bermimpi dengan tetap berbekal Pendidikan yang sesuai hakikat.
Karena Pendidikan yang membebaskan adalah jembatan untuk mereka yang terbelenggu pada rantai kemiskinan.
Sekolah Rakyat berada pada titik awal kiprahnya, setelah beberapa bulan berjalan tentunya menuai banyak sekali pro, kontra, dan kritik.
Namun hal tersebut bukan persoalan esensial yang dapat diwakilkan sebagai identitas yang menunjukkan kredebilitas penyelenggaraan Sekolah Rakyat. Tentunya dalam awal proggressnya, masih banyak sekali adaptasi dalam berbagai regulasi yang perlu disesuaikan ulang.
Tepatnya di Maluku Utara, telah berdiri 3 Sekolah Rakyat yang sudah beroperasi, yakni SRMP 26 di Kota Ternate, SRMA 28 Tidore, dan SRMP 32 Tobelo. Dengan adanya sekolah ini dapat memberikan cahaya untuk anak-anak bangsa yang hampir putus asa pada mimpinya.
Jika dikaji lebih dalam, perbedaan Sekolah Rakyat dengan sekolah reguler sangat signifikan, bukan hanya soal konsep pembelajaran saja, namun juga soal treatment memperlakukan anak-anak dari desil 1 dan 2 yang masuk dalam kategori miskin ekstrem.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar