Milad Kohati ke-59 : Mengungkap Ketimpangan Gender dalam Praktik Organisasi

Siti Sakinah Kasturian

Partisipasi dana kegiatan lebih banyak datang dari mahasiswi. Sering terdengar alasan mahasiswa laki-laki: “uang ini digunakan untuk rokok, berpikir butuh rokok.”

Forum diskusi terkadang lebih diwarnai urusan membeli rokok ketimbang konsumsi Bersama padahal tidak semua peserta, terutama perempuan, terlibat dalam kebiasaan itu.

Di kalangan alumni, beberapa kali terlihat bahwa Forhati cenderung terlibat mengatur konsumsi dan dresscode, sementara alumni laki-laki lebih banyak membahas persoalan strategis.

Begitu seterusnya hingga di tingkat komisariat, yang mendominasi kepanitiaan divisi konsumsi hanyalah kader perempuan.

Baik kegiatan bersama maupun kolaborasi lintas alumni, pola pembagian kepanitiaan cenderung sama, di mana tanggung jawab administratif dan pengelolaan konsumsi jatuh pada perempuan, sementara laki-laki mengambil peran strategis.

Entah ini adalah pilihan sendiri atau memang telah dibagi, namun hal ini menunjukkan bahwa pola relasi kuasa dan stereotip gender tidak hanya terbentuk di tingkat mahasiswa aktif, tetapi berlanjut hingga jenjang alumni.

Sindiran kecil ini bukan untuk menyalahkan, tetapi untuk mengetuk kesadaran bersama: kita bisa berbuat lebih. Sebuah organisasi tidak mungkin menjadi organisasi membebaskan atau bersifat emansipasi jika separuh kadernya memilih jadi penonton.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6

Komentar

Loading...