Catatan

Ketika (Tak) lagi Berkuasa

Herman Oesman

Fenomena “(tak) lagi berkuasa” memberikan pelajaran penting bagi masyarakat.
Pertama, ia mengingatkan bahwa kekuasaan bersifat fana. Sebesar apa pun kuasa yang dimiliki, ia pada akhirnya akan berpindah tangan.

Kedua, ia menyingkap betapa rapuhnya relasi sosial yang hanya dibangun atas dasar kepentingan.
Ketiga, ia membuka kemungkinan lahirnya bentuk-bentuk kekuasaan baru yang lebih berbasis pada moralitas dan kepercayaan publik, bukan semata jabatan formal.

Seperti dikatakan Hannah Arendt, kekuasaan sejati bukanlah dominasi, melainkan kemampuan untuk bertindak bersama dan menciptakan ruang publik yang setara (Arendt, 1970: 44).

Ketika tidak lagi berkuasa, seseorang justru diuji: apakah ia mampu membangun kembali relasi yang setara, atau hanya terjebak dalam kerinduan pada masa lalu.

Ketika (tak) lagi berkuasa, seorang individu, kelompok, atau rezim akan menghadapi realitas kehilangan status, legitimasi, bahkan identitas. Namun, dari situ pula lahir kemungkinan untuk menemukan bentuk pengaruh baru yang lebih autentik.

Kekuasaan formal bisa hilang, tetapi modal simbolik dan moral dapat menjelma sebagai sumber pengaruh yang lebih abadi. Oleh karena itu, momen kehilangan kekuasaan bukanlah tragedi mutlak, melainkan peluang untuk menata kembali makna relasi sosial dan politik. (*)

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...