Warisan Pembodohan: Keresahan di Balik ‘Training’ Mahasiswa Baru

Alih-alih menghabiskan waktu berjam-jam untuk aktivitas seremonial tak relevan, mengapa tidak diganti dengan seminar kepemimpinan yang substansial, lokakarya soft skills seperti public speaking dan negosiasi, atau proyek sosial yang bermanfaat bagi masyarakat?
Tradisi baru harus berfokus pada pembangunan manusia, bukan penghancuran diri. Kampus sebagai pusat intelektualitas seharusnya menjadi pelopor perubahan.
Organisasi mahasiswa pun semestinya menjadi wadah pengembangan potensi, bukan benteng pelestarian senioritas. Kita perlu menolak narasi bahwa kekerasan adalah bagian dari “pembentukan mental”.
Sudah waktunya melahirkan tradisi yang benar-benar membebaskan dan mencerahkan tradisi yang mengajarkan kita menjadi pemimpin berani berpikir, bukan pengikut yang tunduk tanpa nalar.
Warisan Pembodohan di Balik Organisasi
Keresahan ini tak berhenti pada perpeloncoan mahasiswa baru. Ia merambat ke tradisi organisasi yang lebih luas. Banyak organisasi mahasiswa mempertahankan ritual yang memprioritaskan gengsi ketimbang substansi.
Anggota baru dituntut menunjukkan loyalitas buta melalui tugas-tugas remeh yang menguras waktu, energi, dan bahkan biaya. Alih-alih diarahkan untuk berkontribusi pada proyek nyata, mereka terjebak dalam lingkaran uji ketahanan fisik dan mental.
Inilah yang layak disebut “warisan pembodohan” sebuah sistem yang menumpulkan nalar dan menggantinya dengan rasa takut serta keinginan semu untuk diterima.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar