Warisan Pembodohan: Keresahan di Balik ‘Training’ Mahasiswa Baru

Bachtiar S. Malawat

Oleh: Bachtiar S. Malawat
(Mahasiswa UNUTARA)

Kawan-kawan, tradisi kerap dipandang sebagai jembatan antara masa lalu dan masa depan. Kita diajarkan untuk menghormati, melestarikan, bahkan memujanya. Namun, di balik narasi luhur itu, ada tradisi yang bukannya membangun nalar, justru meruntuhkannya.

Begitulah keresahan banyak mahasiswa baru ketika memasuki kampus dan berhadapan dengan “training” atau “orientasi” yang diwariskan turun-temurun.

Keresahan ini bukan sekadar ketidaknyamanan, melainkan pertanyaan mendasar: apakah tradisi tersebut benar-benar upaya pengembangan diri atau hanya warisan pembodohan yang disamarkan?

Sering kita dengar alasan klasik bahwa kegiatan ini bertujuan membentuk mental, melatih kedisiplinan, atau menumbuhkan rasa persatuan.

Namun, realitasnya kerap jauh dari ideal. Mahasiswa baru dibentak, dipermalukan, dan dipaksa melakukan hal-hal yang sama sekali tidak relevan dengan tujuan pendidikan.

Mereka diminta membuat atribut aneh, menghafal yel-yel tak bermakna, atau menjalani hukuman fisik yang tak ada kaitannya dengan penguatan karakter.

Apakah ini yang disebut pembentukan mental? Bukankah mental yang kuat lahir dari proses berpikir kritis dan pemecahan masalah, bukan dari kepatuhan buta?

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...