Demokrasi Dihabisi Nafsu Elit Partai

Ardi Turege

Korupsi menambah kelam potret demokrasi. Data KPK 2024 menunjukkan, DPR dan DPRD mencatat 360 kasus korupsi, menempatkan lembaga legislatif sebagai penyumbang besar kasus korupsi nasional.

Fakta ini menegaskan bahwa sebagian politisi menjadikan partai bukan sebagai rumah perjuangan, melainkan pasar kekuasaan. Nafsu akan jabatan, uang, dan kuasa menelanjangi partai dari marwahnya sendiri.

Idealisme yang dulu diperjuangkan pendiri bangsa pun kian terkikis, digantikan kerakusan yang dibungkus pencitraan murahan.

Fenomena ini melahirkan paradoks: demokrasi yang seharusnya menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan, justru dikooptasi oleh partai-partai yang menomorsatukan kepentingan segelintir elite.

Demokrasi dibajak oleh mereka yang mengaku sebagai wakil rakyat, tetapi lebih sibuk mewakili kelompoknya sendiri. Rakyat hanya diingat saat pemilu; selebihnya dilupakan.

Kondisi ini menuntut kesadaran kolektif. Rakyat tidak boleh hanya menjadi penonton dalam panggung politik. Dalam prinsip negara hukum dan demokrasi, rakyatlah pemilik sah kedaulatan.

Sejarah berdirinya republik ini menunjukkan, rakyatlah yang menentukan corak dan arah pemerintahan. Karena itu, ketika DPR menutup telinga atas tangisan rakyat dan terus melayani kepentingan elite, legitimasi mereka patut dipertanyakan.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...