Krisis Air dan Ancaman Penyakit yang Menganga

Seorang anak di Desa Lelilef melihat sumur air gali di desanya yang sudah tercemar. Sumur tersebut berada tepat di depan rumah warga.

Sebab itu, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Maluku Utara bersama warga lingkar tambang, mahasiswa dan aktivis lingkungan menggelar aksi tujuh tahun kejahatan PT IWIP di Landmark Kota Ternate, Minggu (30/8/2025).

Dinamisator JATAM Malut, Julfikar Sangaji menyebut, kehadiran tambang terutama PT IWIP telah meninggalkan luka dan jejak kejahatan yang berulang bahkan semakin buruk. Kerusakan ini meliputi deforestasi, pencemaran air dan udara, serta kerusakan ekosistem laut seperti terumbu karang dan mangrove yang berdampak serius pada mata pencaharian masyarakat maupun masa depan kehidupan masyarakat tempatan.

“Kehilangan ini terjadi terutama di kawasan konsesi penambangan nikel, berdampak pada degradasi sumber daya air tawar karena hutan berperan dalam menjaga kualitas air dan mengurangi erosi,”ungkap Julfikar.

Selain itu, kata Julfikar, kualitas air di wilayah Sungai Ake Jira juga dilaporkan melampaui ambang batas standar air sungai kelas satu. Itu membuat kualitas Sungai Ake Jira turun kelas, dan tidak layak dikonsumsi.

Terbaru, kerusakan yang ditimbulkan akibat industri PT IWIP darah warga hingga biota laut yang tercemar logam berat yang diungkap oleh Nexus3 Foundation bersama Universitas Tadulako yang dirilis Mei 2025 lalu. “Itu kenapa IWIP harusnya kita kaitkan dengan kerusakan-kerusakan sosial ekologi yang terjadi di atas perut Pulau Halmahera, juga pulau-pulau kecil lainnya,”papar Julfikar.

JATAM bahkan melakukan uji sampel Sungai Woesna, Sungai Kobe, dan Sungai Ake Doma pada 2023 yang sebelumnya menjadi sumber air bersih warga tiga desa lingkar tambang. Hasilnya, seluruh sungai mengandung nikel melampaui batas baku mutu atau kadar maksimum cemaran air sungai menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 yakni 40 mg per liter.

“Atau nilai padatan tersuspensi total (TSS) masing-masing tercatat sebesar 1.226 mg per liter, dan 1.347 mg per liter. Ini melampaui ambang baku mutu sungai yang diatur dalam PP Nomor 22 Tahun 2021 untuk sungai dengan kategori air minum,”Julfikar.

Seiring dengan operasi industri pertambangan dan hilirisasi yang pesat, IWIP juga diduga menghisap air tiga kali lebih banyak dari penduduk manusia di seluruh Kabupaten Halmahera Tengah.

Pembesaran skala operasi IWIP mendorong ekstraksi air baku dari Sungai Sagea sebesar 15.000 meter kubik/hari, melampaui ekstraksi air yang terus berlangsung 12.000 meter kubik/hari dari Sungai Kobe, Sungai Sake, dan Sungai Wosia.

“Kehilangan ini terjadi terutama di kawasan konsesi penambangan nikel, berdampak pada degradasi sumber daya air tawar karena hutan berperan dalam menjaga kualitas air dan mengurangi erosi,”tandasnya.

Di tengah kerusakan ekologi dan krisis air, alih-alih menanggapi keluhan penyediaan infrastruktur air bersih untuk warga, Pemda Kabupaten Halmahera Tengah justru menambah luas konsesi tambang dengan mengubah Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW Halmahera Tengah 2012-2032 menjadi Perda Nomor 3 Tahun 2024 tentang RTRW Kabupaten Halteng tahun 2024-2043. Malut Post mengantongi dokumen RTRW yang disahkan pada 5 September 2024 itu.

Jika mengacu pada RTRW sebelumnya, pengembangan kawasan industri itu tidak sesuai dengan PSN dan kawasan industri yang sudah ditetapkan pemerintah pusat.

Saat ini kawasan industri IWIP luasnya mencapai 4.027,67 hektar. Sementara luasan kawasan industri sebagaimana ditetapkan dalam Perda RTRW Nomor 3 Tahun 2024 termaktub dalam Bab VI tentang Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten, Paragraf 6 pasal 38 (1) yang membahas Kawasan Peruntukan Industri sebagaimana dimaksud Pasal 33 huruf e, mengalami penambahan  menjadi 13. 784 hektare. Kawasan industri ini berada di Kecamatan Weda Tengah; Kecamatan Weda Timur; dan Kecamatan Weda Utara. Peruntukan industry sebagaimana dimaksud  pada ayat (1), adalah Kawasan Industri Weda Bay.

Untuk kawasan industri, perusahaan sebenarnya mengusulkan penambahan lahan mencapai 15.517 hektar. Namun diakomodir  dan tertuang dalam RTRW perubahan seluas 13.784 hektar. Perluasan ini, oleh pemerintah daerah dianggap sebagai bagian dari menindaklanjuti kebijakan nasional  untuk pengembangan Kawasan Industri Teluk Weda, yang tercantum dalam RPJMN.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pemda Halteng yang baru juga dinilai berpihak pada industri pertambangan. Perubahan luas konsesi ini terus bertambah seiring kebijakan secara nasional sebagai amanat UU Cipta Kerja (Omnibus Law) untuk penataan ruang kawasan industri baru yang mengharuskan penyesuaian kebijakan pemda terutama soal proyek strategis nasional (PSN) seperti PT IWIP.

Wakil Ketua I DPRD Halmahera Tengah, Munadi Kilkoda mengatakan, perubahan RTRW Halteng diajukan sejak masa kepemimpinan Bupati Halteng Edi Langkara sekira 2018. Hanya saja pembahasannya terkatung-katung, karena ada masalah tapal batas yang belum diselesaikan. Kata Munadi, DPRD Halteng kala itu masih berpegang pada undang-undang yang mengatur tapal batas.

Namun proses pembahasan dikebut pada masa Ikram Malan Sangaji sebagai Pj Bupati Halteng menggantikan Edi Langkara memasuki akhir masa jabatannya pada Senin, 26 Desember 2022. Ikram Malan Sangaji bersama Ahlan Jumadil kemudian terpilih menjadi bupati dan wakil bupati periode 2024-2029.

Munadi mengaku, Ikram ngotot mendesak agar DPRD segera mempercepat perubahan Perda RTRW 2012-2032 yang akhirnya disahkan menjadi Perda Nomor 3 Tahun 2024-2043. Desakan ini untuk mengakomodir kepentingan usulan penambahan luasan kawasan industri di Halteng.

“Pejabat Bupati kala itu terlibat secara langsung mendorong agar ada perluasan kawasan industri. Dia beberapa kali mengundang pihak IWIP terlibat dalam rapat-rapat soal RTRW. Saya pernah protes meminta pihak IWIP tidak diikutkan dalam rapat pembahasan RTRW,”kata Munadi dilansir dari kabarpulau.co.id.

Munadi juga menyebut ada yang tidak beres dalam pembahasan revisi RTRW tersebut. Sejumlah anggota DPRD Halteng yang awalnya menyepakati luasan kawasan industri Weda dari sebelumnya hanya 4 ribu hektar lebih bertambah menjadi 8 ribu, namun setelah ada pertemuan DPRD dengan pihak PT IWIP di Ternate, luasan kawasan industri berubah seperti dibahas sejak awal.

Belakangan diketahui PT IWIP meminta perluasan kawasan industri sampai 15 eiebu hektar. Tapi dari usulan, difinalkan dan masuk dalam Perda perubahan RTRW seluas 13.784 hektar.

“Saat pembahasan hingga diubahnya luas kawasan industri tidak melibatkan saya. Padahal saya termasuk anggota Bapemperda Halteng,”ungkapnya.

Padahal, lanjut Munadi, sejak beroperasinya tambang, warga telah dihadapkan dengan sejumlah masalah seperti krisis air bersih di lingkar tambang yang sejak dulu menjadi masalah serius.

Menurutnya, sumber-sumber mata air bersih warga seperti sumur gali dan sungai sudah tidak bisa lagi digunakan karena tercemar limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dan nikel. Karena itu, warga lingkar tambang menggunakan air isi ulang sebagai air minum.

“DPRD setiap saat mendapat keluhan soal air bersih ini, dan sudah kita sampaikan berkali-kali pemerintah, karena sumur-sumur semua itu sudah tercemar,”kata Munadi kepada Malut Post via telepon.

Munadi bilang, hasil riset Poltekkes Ternate menunjukkan bagaimana kondisi masyarakat yang dirampas ruang hidupnya. Hal itu jika terus dibiarkan tanpa penanganan, maka ancaman penyakit akan semakin serius terhadap warga lingkar tambang.

“Karena parigi (sumur gali) sudah tidak bisa digunakan untuk sumber air bersih yang bisa hanya keperluan lain saja, termasuk temuan dari Poltekkes Ternate itu, bahkan sumur gali tercemar nikel dan E coli,”tambah Munadi.

Dia bilang, saat ini PT IWIP dan Pemda Halteng tengah membangun instalasi pengolahan air yang akan melayani wilayah lingkar tambang Weda Tengah dan Weda Kota. “Ada kerja sama pemda dengan PT IWIP setelah kita dorong berkali-kali karena ini keluhan masyarakat, mungkin awal tahun depan itu sudah beroperasi,”tandas politisi Partai Nasdem tersebut.

Plt Kepala Badan Perencanaan Pembangunan dan Riset (Bapperida) Kabupaten Halmahera Tengah, Yunus Achmad saat dikonfirmasi terkait perubahan RTRW tidak merespons. Pesan yang dikirim Malut Post pada Rabu, 27 Agustus 2025 tidak berbalas. Upaya konfirmasi lewat telepon juga tidak ditanggapi mesti aktif.

Bagian Media dan Public Relations PT. IWIP Bilal, saat ditanya soal PT IWIP yang disebut sebagai salah satu perusahaan yang menyebabkan hilangnya sumber air bersih masyarakat lingkar tambang menjelaskan, IWIP merupakan perusahaan yang bergerak di sektor industri hilirisasi pengolahan nikel (smelter), sejak awal beroperasi, IWIP berkomitmen menjalankan aktivitas industri sesuai ketentuan lingkungan hidup yang berlaku. Perusahaan secara rutin melakukan pemantauan air sungai yang berada di sekitar perusahaan melalui lembaga uji lingkungan terakreditasi. “Hasil pengawasan menunjukkan bahwa kualitas air masih sesuai baku mutu yang ditetapkan,” jelas Bilal melalui surat kepada Malut Post, Senin, 8 September 2025.

IWIP juga mengaku tengah membangun sarana jaringan air bersih untuk warga terdampak tambang. Menurut Bilal, ada 4 water treatment plant (WTP) yang dibangun di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Weda dengan kapasitas 30.000 meter kubik/hari. Dua proyek WTP di Weda Tengah yang berkapasitas 7.500 meter kubik/hari.

“Masing-masing berlokasi di KM (kilo meter) 15. WTP tiga lokasi ini sedang dalam proses pembangunan. Sedangkan di Weda Utara proyek WTP masih dalam tahap awal,”kata Bilal.

Dia mengklaim, pembangunan tersebut dilakukan sebagai upaya perusahaan mendistribusikan air bersih seiring meningkatnya kebutuhan air bersih akibat bertambahnya jumlah penduduk di sekitar perusahaan.

Terkait hasil riset Poltekkes Ternate yang menemukan 70 sumur gali tercemar E coli dan nikel, Bilal bilang, pihaknya belum menerima dokumen resmi hasil penelitian tersebut. “Oleh sebab itu kami tidak ingin berkomentar tentang penelitian tersebut,” lanjutnya.

Bilal kembali menegaskan, pihaknya secara rutin melaksanakan pemantauan sumber air di sekitar perusahaan yang bekerja sama dengan lembaga yang terakreditasi. Pihaknya juga rutin berkoordinasi dengan Pemda Halteng Pemprov Malut, dan pemerintah pusat untuk memastikan kelayakan sumber air di sekitar perusahaan.

“Kami selalu mendukung pembangunan infrastruktur yang berkaitan dengan kepentingan publik, salah satunya dengan membangun 4 WTP di sekitar perusahaan demi meningkatnya pelayanan air bersih kepada masyarakat,” tandasnya. (ikh)

Liputan ini merupakan dukungan program Jurnalisme Aman oleh Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara.

Selanjutnya 1 2 3

Komentar

Loading...