Krisis Air dan Ancaman Penyakit yang Menganga

Faisal berujar, pemerintah desa tengah berupaya memenuhi kebutuhan air minum melalui PAM. Namun, satu-satunya sumber mata air yang belum tercemar hanya Sungai Tabalik, yang berjarak hampir 6 kilometer dari Desa Lelilef Waibulen. Karena jarak dan dana desa yang terbatas, sehingga PAM tersebut hanya bisa menjangkau beberapa rumah warga di Dusun Lukulamo.
“Biar dianggarkan setiap tahun tetap tidak cukup karena jaraknya hampir 6 kilo dari Sungai Tabalik,”ungkap Faisal.
Keluhan air bersih lanjut Faisal, akhirnya mendapat respons dari Pemda Halteng yang membuat kerja sama dengan PT IWIP membangun instalasi pengolahan air bersih atau water treatment plant (WTP) untuk menyuplai ke Weda Tengah dan Weda Utara. “Mungkin akhir tahun ini sudah beroperasi,”kata Faisal.
Keresahan warga akan buruknya air di lingkar tambang diperkuat dengan hasil riset Politeknik Kesehatan Ternate dan Politeknik Kesehatan Manado yang diterbitkan pada Juni 2025 lalu mengungkap, sedikitnya 70 sumur gali yang ada di Lelilef tercemar bakteri Escherichia coli (E coli) dan nikel. E coli adalah bakteri berbahaya yang menghasilkan racun dan dapat menyebabkan diare parah.
E coli disebut sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika terdapat dalam air minum, sebab bakteri patogen tersebut dapat menyebabkan penyakit serius seperti infeksi saluran pencernaan dan infeksi saluran kemih atau juga penyebab penyakit diare.
Penelitian ini berhubungan dengan kualitas dan kuantitas air di kawasan pertambangan, dimana Lelilef sebagai daerah penambangan PT IWIP yang menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan dan menyebabkan sumber airnya tercemar secara fisik karena air sudah berwarna keruh dan bakteriologi.
Dari 222 sumur gali yang ada di Lelilef, ada 70 sampel air sumur yang diuji dan ditemukan semua sampel tersebut positif atau 100 persen tidak memenuhi syarat nilai ambang batas (NAB) untuk dikonsumsi yakni 0 persen dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Kesehatan Lingkungan.
"Jadi setiap sumur itu ada 10 liter air yang disaring menggunakan arang tempurung kelapa yang kita dapat dari desa setempat,”kata Idayani Sangadjisowohy saat ditemui Malut Post di Poltekkes Ternate, Kamis, 21 Agustus 2025.
Kondisi warga yang mengeluhkan sakit tersebab kualitas air sungai dan sumur buruk diakui oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Halmahera Tengah. Mereka mencatat kasus yang cukup dominan diderita balita hingga dewasa yakni diare. Pada 2024 mencapai 2.147 orang, sementara 2025 hingga bulan Juli tercatat sudah 1.290 penderita.
Menurut Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Halteng Aidin Abdurahman, desa lingkar tambang masuk kategori penderita tertinggi. Pada tahun 2024 seperti Desa Lelilef Sawai dan Waibulan dengan 231 penderita, Desa Kobe 208 orang dan Sagea 31 orang, sisanya di Kota Weda 551 orang serta beberapa desa lainnya. Sedangkan pada 2025 sampai Juli jumlah penderita diare di Desa Lelilef 53 orang, Kobe 124 orang, dan Sagea 69 orang, sedangkan Kota Weda 483 orang.
“Jumlah diare tahun 2024 untuk balita ada 685 orang dan semua umur 2.147 orang. Tahun 2025 balita 319 penderita diare dengan total semua umur 1.290 orang,”jelas Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Halteng Aidin Abdurahman kepada Malut Post melalui pesan WhatsApp, pada Kamis, 7 Agustus 2025.
Sebab diare tinggi, Aidin bilang, bakteri E coli menjadi penyebab karena air tanah tercemar. Banyak bangunan baru berdiri terutama rumah kontrakan atau kosan tempat tinggal puluhan ribu karyawan tambang yang juga ikut berdampak pada tata ruang terutama soal sanitasi yang berhimpitan dengan sumur-sumur warga. Sementara secara kesehatan, sumur gali harus berjarak 10 meter atau lebih dari septic tank.
"Harus dilihat konstruksi sumur apabila air (limbah) tidak merembes masuk berarti (bakteri) dari dalam tanah, tetapi kalau air masuk berarti tercemar dari luar,"katanya.
Dia juga mengaku, pihaknya melalui tim kesehatan lingkungan rutin memeriksa air di sumur gali warga lingkar tambang. Hasilnya, terdapat kandungan nikel yang bahaya bagi tubuh jika dikonsumsi.
“Apalagi sekarang jumlah penduduk terus bertambah serta ditambah lagi dengan terjadinya banjir beberapa kali di Kecamatan Weda Tengah membuat air sumur tercemar. Yang paling terpenting masyarakat tidak menggunakan sebagai sumber air utama untuk di konsumsi,"tandasnya.
Ona, petugas Pustu Lukulamo juga mengaku hal serupa. Ia sering menangani pasien dengan keluhan sakit perut dengan penderita berbagai kalangan dari anak-anak sampai orang dewasa. Terlebih pasca banjir pada akhir 2024 lalu, dimana banyak warga datang berobat dengan keluhan sakit perut.
Sejak Agustus 2024 hingga Juni 2025 ada 85 pasien dengan berbagai keluhan yang berobat. Mereka ditangani oleh pustu dan posko pengobatan saat banjir. Menurut dia, sejauh ini belum ada penderita diare serius yang ditangani di Pustu Lukulamo.
“Itu ada macam-macam keluhan mulai dari gastritis, alergi, pulpitis, febris (demam), hipertensi, ISPA dan kolik abdomen (sakit perut) yang paling banyak,”kata Ona.
“Memang di sini warga bisa membeli air isi ulang tapi untuk cuci piring warga masih pakai air sumur gali yang sudah tercemar,”kata Ona.
Data penanganan kasus diare di Puskesmas Lelilef juga menunjukkan tren peningkatan pada 2025. Puskesmas yang melayani warga di ring satu lingkar tambang itu mencatat adal 209 orang penderita diare di tiga desa yakni, Lelilef Waibulan, Sawai, dan Kobe.
Kepala Puskesmas Lelilef Asjuati mengatakan ada peningkatan kasus diare dari tahun sebelumnya, hanya saja data 2024 yang sudah dilaporkan ke Dinkes Halteng tak dapat diakses karena gangguan jaringan.
Menurut dia, ada banyak penyebab sakit perut baik dari makanan dan air minum yang tidak steril karena terkontaminasi bakteri.
“Kalau yang ada rata-rata dari makanan dan juga minuman, ada juga karena bakteri (penyebab sakit perut),”jelasnya
Asjuati juga tidak menampik penggunaan air dari sumur gali juga menjadi salah satu penyebab diare. Dia juga membenarkan temuan tim riset Poltekkes Ternate yang menemukan air sumur gali di desa sekitar tambang telah terkontaminasi nikel hingga bakteri E coli.
“Riset itu sangat memperkuat, karena penyebab diare karena ada makanan dan minuman yang mengandung bakteri E coli,”tegas Asjuati.
Di sisin lain, jumlah penduduk dan pemukiman meningkat drastis setiap saat tanpa kontrol dari pemerintah. Jika mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 2398:2017 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 27 Tahun 2016, maka jarak aman antara septic tank dengan sumur adalah 10 meter untuk mencegah kontaminasi limbah tinja ke air minum.
Halmahera Tengah sendiri dibebankan dengan 22 izin konsesi pertambangan nikel dengan luas konsesi seluruh perusahaan mencapai 95.736,56 hektar atau sekitar 42 persen dari luas Halmahera Tengah 227.683 hektar.
Dusun Lukolamo hingga Desa Lelilef Waibulan dan Desa Lelilef Sawai adalah perkampungan yang berada tepat di kawasan industri tambang nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), PT Tekindo Energi, dan PT Halmahera Sukses Mineral.
Kawasan industri Teluk Weda di Halmahera Tengah ini, masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) yang mengelola bahan tambang feronikel dan turunan jadi baterai untuk kendaraan listrik, stainless steel, fasilitas pendukung dan smelter.
Tepat pada 30 Agustus 2025, PT IWIP telah tujuh tahun beroperasi di Halteng meninggalkan jejak kerusakan ekologis dan sosial.
Global Forest Watch mencatat Halmahera Tengah kehilangan 27,9 ribu hektar tutupan pohon sejak 2001, menyebabkan penurunan 13 persen sejak tahun 2000 an emisi CO2e sebesar 224 metrik ton.
Kehilangan terjadi terutama di kawasan konsesi penambangan nikel, berdampak pada degradasi sumber daya air tawar dan hutan yang berperan dalam menjaga kualitas air dan erosi. Hal ini juga jadi pemicu utama terkontaminasinya nikel ke air sumur warga.
Baca halaman selanjutnya...
Komentar