Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika

Hamdy M. Zen

Oleh: Hamdy M. Zen
(Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Arab, IAIN Ternate)

Indonesia yang telah berusia 80 tahun pada 17 Agustus 2025 menghadapi paradoks fundamental: di satu sisi, negara ini memiliki fondasi ideologis yang kuat berupa Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, namun di sisi lain, dinamika politik kontemporer menunjukkan gejala disfungsi dalam implementasi nilai-nilai tersebut.

Fenomena demonstrasi massa yang terjadi pada 28 Agustus 2025 menjadi cermin bagaimana ketegangan antara idealisme konstitusional dan realitas politik menciptakan ruang fragmentasi sosial yang mengancam kohesi nasional.

Baca Juga: Jalan Keluar

Gelombang protes yang meletus setelah momentum peringatan kemerdekaan RI ke-80 mengungkapkan kedewasaan politik rakyat Indonesia sekaligus menandai krisis legitimasi institusional.

Menariknya, penundaan aksi demonstrasi hingga usainya perayaan 17 Agustus menunjukkan adanya kesadaran kolektif akan pentingnya menghormati simbol-simbol kebangsaan, meskipun ketidakpuasan politik telah mencapai titik kritis.

Fenomena ini mencerminkan internalisasi nilai-nilai Pancasila yang masih mengakar dalam kesadaran rakyat, namun belum terejawantahkan secara optimal dalam praktik tata kelola pemerintahan.

Baca Juga: Koran Digital Malut Post edisi, Kamis 11 September 2025

Permasalahan substansial muncul ketika lembaga-lembaga demokratis justru menjadi sumber ketegangan sosial. Ironi terjadi ketika wakil rakyat yang seharusnya menjadi penyalur aspirasi malah menjadi sasaran kemarahan publik akibat ketidaksensitifan terhadap kondisi sosio-ekonomi masyarakat.

Hal ini mengindikasikan terjadinya disconnect antara elite politik dan konstituennya, yang pada akhirnya menggerus kredibilitas sistem demokrasi itu sendiri.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6

Komentar

Loading...