Meluruskan Makna Coka Iba dalam Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW

Aton Bagaskara Jafar

Oleh: Aton Bagaskara Jafar

Pendahuluan

Budaya dan agama adalah dua hal yang saling bersinggungan dalam kehidupan masyarakat. Budaya menjadi wadah ekspresi, sedangkan agama memberi arah dan makna. Di kalangan masyarakat Gamrange, salah satu ekspresi budaya yang melekat dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah tradisi Coka Iba.

Tradisi ini bukan sekadar seni pertunjukan, tetapi sebuah simbol kebahagiaan alam raya menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Namun, di tengah perubahan zaman, tradisi luhur ini tidak lagi tampil sebagaimana mestinya. Di satu sisi, kita patut bangga bahwa Coka Iba masih ada dan dipentaskan hingga kini.

Tetapi di sisi lain, makna filosofis dan nilai religius yang terkandung di dalamnya mulai memudar akibat berbagai penyimpangan.

Topeng monyet dan ultraman dari karet menggantikan bentuk asli Coka Iba, oli bekas menggantikan tanah sebagai bahan pecek, bahkan perilaku sebagian orang pada saat perayaan justru bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad.

Makna Filosofis: Empat Unsur Alam dalam Coka Iba

Coka Iba sejatinya hadir dengan simbol-simbol kosmologis yang dalam. Jika ditinjau dari bahan dasarnya, topeng ini terbagi menjadi empat jenis. Coka Iba dari kayu melambangkan api, simbol dari spirit jin dan iblis yang memberi peringatan bahwa api harus dijaga agar tidak menjadi sumber kehancuran.

Coka Iba dari daun pandan melambangkan angin, penegas bahwa hidup manusia hanya berlandaskan pada tarikan nafas yang rapuh.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...