Pembangkangan Konstitusi oleh DPR dan Aparat Kepolisian

Sudah saatnya rakyat mengambil kembali kedaulatan yang dirampas. Konstitusi bukan hanya teks hukum ia adalah janji kepada rakyat bahwa negara ini berdiri atas dasar keadilan, kedaulatan rakyat, dan supremasi hukum.
Jika Penegakan hukum tidak dilakukan secara netral dan berkeadilan, melainkan sarat kepentingan. Ini mencerminkan bahwa aparat tidak lagi menjadi pelayan publik, tetapi telah menyimpang menjadi alat kekuasaan.
Salah satu ciri negara demokratis adalah akuntabilitas aparat penegak hukum, dalam prakteknya, banyak pelanggaran yang dilakukan oleh DPR dan aparat kepolisian tidak pernah diproses secara transparan.
Kasus kekerasan, penyiksaan, atau pembunuhan oleh oknum polisi sering kali berujung pada impunitas. Hal ini memperkuat persepsi bahwa institusi kepolisian kebal hukum, padahal secara konstitusional, semua warga negara sama kedudukannya di hadapan hukum (Pasal 27 ayat (1) UUD 1945).
Fenomena pembangkangan konstitusi oleh aparat kepolisian menunjukkan urgensi reformasi kelembagaan secara menyeluruh. Kepolisian harus dikembalikan pada mandat konstitusionalnya.
Penguatan pengawasan eksternal melalui lembaga independen seperti Kompolnas, Ombudsman, dan Komnas HAM menjadi sangat penting. Selain itu, pendidikan konstitusi dan HAM bagi seluruh jajaran kepolisian harus diperkuat agar tidak terjadi lagi penyimpangan serupa di masa depan.
Konstitusi bukan sekadar teks hukum, tetapi kontrak sosial dan moral antara negara dan rakyat. DPR dan aparat kepolisian sebagai pilar utama sistem kenegaraan harus kembali kepada prinsip dasar konstitusionalisme: kedaulatan rakyat, keadilan sosial, hak asasi manusia, dan supremasi hukum. (*)
Komentar