Pembangkangan Konstitusi oleh DPR dan Aparat Kepolisian

Ardi Turege

Menurut Pasal 30 UUD 1945, kepolisian adalah alat negara yang berfungsi sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, serta pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat.

Aparat kepolisian sebagai pelaksana fungsi keamanan dan penegakan hukum seharusnya bertindak netral, profesional, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Dalam perspektif teori hukum kritis (Critical Legal Studies), aparat penegak hukum sering kali mereproduksi ketimpangan sosial melalui penegakan hukum yang tidak netral.

Polisi dalam hal ini bertindak bukan sebagai pelayan publik, melainkan sebagai alat kekuasaan. Ini merupakan bentuk state violence yang dilegitimasi oleh hukum formal, namun bertentangan secara substansial dengan semangat konstitusi.

Kebebasan berpendapat dan berkumpul dijamin oleh Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Namun, seringkali aparat kepolisian menjadi alat pembungkam suara kritis. Aksi demonstrasi mahasiswa, buruh, atau masyarakat adat sering dibubarkan secara paksa tanpa dasar hukum yang sah.

Aparat kerap menggunakan kekerasan fisik, penangkapan sewenang-wenang, hingga intimidasi terhadap penyelenggara aksi. Ini menunjukkan bahwa aparat tidak menjalankan perannya sebagai pelindung hak warga negara, melainkan menjadi alat represi negara.

Fakta menunjukkan dalam berbagai peristiwa, Polri justru menunjukkan pembangkangan konstitusi yang nyata. Alih-alih melindungi kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat, polisi sering kali menjadi garda terdepan dalam membungkam aksi-aksi protes damai.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7

Komentar

Loading...