Pembangkangan Konstitusi oleh DPR dan Aparat Kepolisian

Sementara itu, dalam pandangan Hans Kelsen, konstitusi merupakan norma dasar (grundnorm) yang menjadi pijakan sistem hukum. Maka, segala bentuk tindakan yang bertentangan dengannya adalah bentuk delegitimasi terhadap hukum itu sendiri.
DPR secara konstitusional adalah representasi dari kedaulatan rakyat. Mereka diberi mandat melalui pemilihan umum untuk menyuarakan aspirasi rakyat, mengawasi pemerintah, dan membuat peraturan yang adil.
Namun dalam praktiknya, fungsi-fungsi ini telah mengalami distorsi serius dan terjadi degradasi demokrasi yang berkepanjangan.
Salah satu bentuk pembangkangan konstitusi oleh DPR terlihat dalam beberapa kasus semisalnya; proses legislasi yang antidemokratis, seperti pengesahan UU Cipta Kerja melalui metode omnibus law dan Revisi UU TNI. UU ini disahkan secara tergesa-gesa, minim partisipasi publik, dan terindikasi kuat berpihak pada kepentingan korporasi.
Padahal, Pasal 28C dan Pasal 28D UUD 1945 menjamin hak rakyat untuk berpartisipasi dalam proses kebijakan publik dan mendapatkan perlakuan yang adil. Namun hak-hak tersebut diabaikan.
Lebih parah lagi, ketika terjadi gelombang penolakan dari Masyarakat atas segala kebijakan , DPR justru bersikap defensif dan menutup ruang dialog.
Mereka yang seharusnya menjadi penyambung lidah rakyat, malah bersikap elitis dan anti-kritik. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip kedaulatan rakyat, yang secara eksplisit diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945: "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar."
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar