Demokrasi Bukan Sekadar Ikut-Ikutan

Oleh: Bellarosita Faisal
(Guru BK SMKN 2 Kota Ternate)
Demokrasi pada hakikatnya merupakan sistem politik yang menekankan partisipasi aktif, kebebasan berpendapat, serta keberanian moral warga negara dalam menentukan pilihan politiknya.
Namun dalam praktiknya, demokrasi di Indonesia, khususnya pada Pemilu 2024, menunjukkan fenomena yang memprihatinkan.
Baca Juga: Bully: Racun Sunyi yang Membunuh Karakter
Banyak pemilih, terutama kalangan muda, menentukan pilihan bukan berdasarkan pertimbangan rasional terhadap visi, misi, dan program kandidat, melainkan karena tekanan keluarga, arus populer di media sosial, maupun rasa takut berbeda dari mayoritas.
Fenomena ini dalam psikologi sosial disebut konformitas. Solomon Asch (1951) melalui eksperimen klasiknya menunjukkan bahwa individu sering kali menyetujui sesuatu yang salah hanya karena mengikuti mayoritas.
Hal ini menegaskan bahwa tekanan sosial memiliki pengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan. Muzafer Sherif (1936) juga menemukan bahwa dalam situasi ambigu, individu cenderung menyesuaikan persepsi mereka agar selaras dengan kelompok.
Baca Juga: Koran digital Malut Post edisi, Rabu 3 September 2025
Sementara itu, Herbert Kelman (1958) membagi konformitas ke dalam tiga bentuk: kepatuhan (compliance) untuk diterima oleh kelompok, identifikasi (identification) agar dianggap bagian dari kelompok, dan internalisasi (internalization) ketika nilai kelompok benar-benar diyakini sebagai milik pribadi.
Jika ditarik ke dalam konteks Pemilu 2024, hasil survei Indikator Politik Indonesia pasca pemilu menunjukkan bahwa lebih dari 40% pemilih muda mengaku keputusan politik mereka dipengaruhi oleh tren media sosial dan tekanan lingkungan sekitar, bukan pertimbangan program kandidat.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar