Merefleksi Indonesia Lewat Foucault

Insiden seperti pengelolaan demonstrasi oleh kalangan pelajar dan pekerja di tahun 2024-2025, yang diwarnai dengan kekerasan dari aparat dan pembatasan akses kepada informasi publik, menunjukkan bahwa kebijakan tidak hanya berfungsi untuk mengatur tetapi juga membatasi kebebasan masyarakat.
Kebijakan tersebut berpotensi mengancam keselamatan dan hak-hak kelompok yang rentan, seperti pengemudi ojek daring, mahasiswa, dan kelompok masyarakat kecil yang sering menerjang dampak protes sosial.
Kebijakan yang seharusnya memberikan perlindungan sering kali malah menjadi alat kontrol yang membungkam dan menindak.
Tubuh masyarakat menjadi arena paling konkret di mana kekuasaan menunjukkan keberadaannya. Dalam berbagai demonstrasi, aparat keamanan seringkali menggunakan kekerasan fisik yang menyebabkan luka, trauma, atau bahkan kematian.
Tubuh yang terluka ini bukan sekadar tentang cedera fisik, tetapi juga merupakan simbol dari penindasan sistemik yang lebih luas.
Di sini, konsep biopower dari Foucault menjadi sangat relevan, negara yang seharusnya menjamin perlindungan justru menempatkan tubuh warga dalam posisi rawan, terutama bagi mereka yang paling rentan secara sosial-ekonomi.
Proses penyusunan kebijakan di Indonesia seringkali dilakukan oleh kalangan elit dan kurang melibatkan masyarakat luas. Seringkali, peraturan terkait pengamanan dan pengelolaan unjuk rasa ditetapkan tanpa melibatkan mereka yang langsung terpengaruh.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar