PPHN dan Pembangunan yang Berkelanjutan

Dr. Lia Istifhama, M.E.I.

Landasan hukumnya adalah persoalan mendasar. Rekomendasi MPR Nomor 3 Tahun 2024 masih bersifat belum mengikat. Karenanya, perlu dilakukan kajian mendalam, Baik dari sisi hukum maupun politik. Ini menjadi penting, karena dibalik upaya menghidupkan kembali arah pembangunan jangka panjang, ada kompleksitas politik.

Selain itu, perlu ada penguatan hubungan hukum PPHN dengan eksistensi dokumen RPJM dan RPJP. Dan ini memiliki relevansi kuat dengan positioning MPR.

Selama ini, Ketetapan MPR terkait PPHN berupa produk administrasi (beschikking). Bukan produk regulasi, dan pasca Perubahan UUD NRI 1945 (khususnya Pasal 3), tidak ada lagi kewenangan MPR yang dituangkan dalam wujud peraturan (regelingen).

Padahal landasan formalnya tertuang dalam Keputusan MPR No. 3 Tahun 2024, yang menugaskan Badan Pengkajian MPR untuk menyusun rancangan PPHN, dibantu Komisi Kajian Ketatanegaraan (K3).

Jadi seharusnya penting sekali menempatkan PPHN dalam kerangka hukum tanpa mengulang masa lalu yang menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Dengan kata lain tidak ada perubahan sistem presidensial, bahwa Presiden tetap dipilih oleh rakyat.

PPHN memiliki peran sentral pengikat kebijakan dan pembangunan berkelanjutan ketika pemerintahan berganti seiring dengan pesta demokrasi lima tahunan. Di sini pentingnya posisi Ketetapan MPR RI terkait PPHN.

Kalau kita bicara tentang wacana Pengaturan kembali Ketetapan MPR dalam Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011, yaitu terkait pertimbangan memilih Ketetapan MPR ketimbang Peraturan MPR dan Keputusan MPR sebagai berikut:

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7 8

Komentar

Loading...