Gubernur Sherly Matangkan Strategi Pangan: Beras Lokal, Telur Murah, Rica dan Tomat Stabil

Sofifi, malutpost.com -- Pemerintah Provinsi Maluku Utara terus mengupayakan langkah konkret untuk menjaga ketahanan pangan.
Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda menegaskan, bahwa tujuan utama pemerintah adalah memastikan harga pangan tetap terjangkau bagi masyarakat sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan lokal.
Dalam rapat koordinasi ketahanan pangan, Sherly menyoroti besarnya peluang ekonomi dari program makanan bergizi gratis yang digelontorkan pemerintah pusat.
"Nilai program makanan bergizi gratis di Maluku Utara mencapai Rp 1,6 triliun per tahun. Jika kita mampu menyediakan seluruh pasokan dari dalam daerah, petani dan nelayan bisa menikmati 80 persen dari anggaran itu, atau sekitar Rp 1,2 triliun," kata Gubernur Sherly, Rabu (20/8/2025).
Sherly mengungkapkan, saat ini kebutuhan beras Maluku Utara sebagian besar masih dipasok dari luar daerah. Dari total kebutuhan, hanya 15 persen diproduksi di dalam, sedangkan 85 persen bergantung pasokan luar.
Untuk mengatasi hal tersebut, Pemprov Malut akan menghidupkan kembali lumbung pangan Subaim di Halmahera Timur. Dari total 12 ribu hektare lahan, baru 3 ribu hektare yang aktif. Pemerintah menargetkan seluruh lahan akan difungsikan kembali.
"Produktivitas sekarang masih rendah, hanya 1–2 ton per hektare. Kita targetkan bisa naik menjadi 8–10 ton per hektare dengan bibit unggul dan pola tanam serentak. Tahun ini disiapkan 1.500 bibit unggul, mulai ditanam September 2025. Tahun depan seluruh lahan aktif," jelas Sherly.
Selain Subaim, daerah potensial lain seperti Kao (Halmahera Utara) dan Wairoro (Halmahera Tengah) juga masuk dalam rencana pengembangan.
Selain beras, pemerintah juga menargetkan swasembada telur. Saat ini harga telur di Malut masih berkisar Rp 2.500–3.000 per butir, dianggap terlalu tinggi bagi masyarakat.
"Kita sudah bekerja sama dengan swasta untuk pembibitan ayam. Targetnya satu hingga dua tahun ke depan Malut bisa swasembada telur, sehingga harga turun di kisaran Rp 1.500–1.800," sebut Sherly.
Sementara untuk komoditas rica dan tomat yang kerap mahal karena faktor cuaca, pemerintah menyiapkan solusi dengan membangun dua hothouse di Sofifi dan Ternate. Selain itu, disiapkan pula cold storage berkapasitas 500 ton di masing-masing kota.
"Kalau produksi melimpah, kita simpan di cold storage. Saat produksi turun, stok akan kita keluarkan agar harga tetap stabil," pungkasnya. (nar)
Komentar