PH 11 Warga Maba Sangaji Ajukan Eksepsi di Pengadilan Soa Sio

Suasana sidang 11 terdakwa Maba Sangaji.

Tikep, malutpost.com -- Tim Penasihat Hukum (PH) dari 11 terdakwa Maba Sangaji, Kabupaten Halmahera Timur, akhirnya menyampaikan eksepsi atau nota pembelaan di Pengadilan Negeri (PN) Soa Sio, Tidore Kepulauan, Rabu (13/8/2025) kemarin.

Pembelaan ini, setelah PH 11 warga usai menjalani sidang pembacaan dakwaan, pekan lalu yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tidore Kepulauan.

Pembelaan tersebut berdasarkan perkara para terdakwa, nomor 109/Pid.B/2025/PNSos dan pemeriksaan saksi untuk 10 perkara dari nomor perkara 99/Pid.Sus/2025/PNSos-, 108/Pid.Sus/2025/PNSos.

“Alasan kami memberikan eksepsi kepada PN Soa Sio, karena berpandangan bahwa warga Maba Sangaji aktif membela dan memperjuangkan lingkungan dari kerusakan yang diduga dilakukan oleh PT. Position," ungkap  Maharani Caroline selaku perwakilan Tim PH 11 warga Maba Sangaji, kepada malutpost.com, Kamis (14/8/2025).

Menurutnya, PN Soa Sio harusnya mengadili perkara yang sedang berjalan dengan mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup (Perma 1/2023).

“Karena kasus tersebut merupakan  SLAPP, sebagaimana tercantum dalam pasal 66 Undang-Undang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Supaya menjadi dasar perma 1/2023, bahwa SLAPP menjadi perlindungan bagi setiap orang atau masyarakat adat dalam menyampaikan informasi, mengajukan keberatan atau menyampaikan pendapat di muka umum terkait masalah lingkungan," jelasnya. 

Maharani bilang, pada pokok eksepsi, tim PH juga menyampaikan kalau surat dakwaan Penuntut Umum tidak cermat, jelas dan lengkap.  Karena, perbuatan pidana para terdakwa tidak diuraikan dengan jelas dan lengkap berdasarkan pasal yang didakwakan. Kemudian Penuntut Umum keliru menerapkan pasal dakwaan.

"Di samping itu, dalam pemeriksaan 5 orang saksi, kami rasa positif. Fakta sidang pertama, menerangkan bahwa 11 warga tidak membawa senjata tajam yang berniat untuk menyerang atau mengancam aparat dan karyawan, tapi 11 warga membawa senjata tajam itu sudah menjadi kebiasaan dan menjadi kebutuhan ketika masuk ke kebun atau hutan," jelasnya.

Bersama PH lain, M. Irfan Alghifari menambahkan, dakawaan yang dibuat oleh JPU mengenai pasal 2 ayat (1) Undang-Undang darurat tidak terbukti. Kemudian, dalam persidangan telah dijelaskan para saksi bahwa, 11 warga tidak melakukan unjuk rasa seperti yang didakwakan.

“Warga ke lokasi operasi PT. Position saat itu, untuk memberikan surat keberatan dan melakukan ritual adat," tegasnya.

Lanjutnya, saksi lain atau saksi dari Sangaji Maba menjelaskan bahwa, 11 warga adalah masyarakat adat dan apa yang dilakukan 11 terdakwa tersebut merupakan prosesi adat dan juga bagian dari menjaga hutan dan sungai Maba Sangaj.

“Untuk itu, kami dari PH 11 terdakwa, menegaskan bahwa 11 warga tersebut merupakan masyarakat adat yang sedang memperjuangkan tanah, hutan dan sungai, yang merupakan bagian dari memperjuangkan lingkungan. Menghentikan proses pemeriksaan hukum dalam perkara a quo karena alasan SLAPP berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman mengadili perkara lingkungan hidup. Memulihkan hak serta kemampuan 11 warga Maba Sangaji dengan harkat dan martabatnya dalam kedudukan yang semula. Hentikan pertambangan dan perampasan tanah, hutan dan sungai di Maba Sangaji," pungkasnya. (öne)

Komentar

Loading...