Pemberian Amnesti dan Abolisi oleh Presiden 

Langkah Presiden

Terkait dengan Pemberian Grasi oleh Presiden, secara spesifik telah di atur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 yang sudah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Tentang Grasi selanjutnya di singkat (UU No. 5/2010). sedangkan Amnesti dan Abolisi telah di atur berdasarkan undang-undang darurat Nomor 11 tahun 1954 Tentang Amnesti dan abolisi yang selanjutnya disingkat (UU Darurat No. 11/1954). Dalam ketentuan tersebut, tidak secara tegas memberikan definisi tentang Amnesti dan Abolisi. Tetapi ketentuan incasu secara spesifik pada pasal 4 menyebutkan Dengan pemberian Amnesti semua akibat hukum pidana terhadap orang orang termaksud dalam pasal 1 dan 2 dihapuskan.

Artinya Secara khusus amnesti dapat dimaknai sebagai dihapuskan semua akibat hukum pidana terhadap orang orang yang melakukan tindak pidana. Sedangkan Abolisi secara khusus dapat dimaknai peniadaan penuntutan terhadap orang-orang yang melakukan tindak pidana. Hal ini sejalan dengan pendapat Bagir Manan yang memaknai pemberian abolisi untuk meniadakan penuntutan.

Lebih lanjut iya menyatakan abolisi tidak menghapuskan sifat pidana dari suatu perbuatan. Artinya pada abolisi, proses yustisial seperti penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan belum dijalankan. Terkait dengan permasalahan HK dan TL dalam kasus tindak pidana korupsi sudah dijatuhi putusan pengadilan pada tingkat pertama tetapi oleh penasihat hukum (Pengacara) HK dan TL masih melakukan upaya hukum yang artinya putusan tersebut belum inkracht van gewijsde. Mestinya presiden bersabar untuk mengeluarkan Keppres, karena proses upaya hukum masih sedang dilakukan, dan jika proses tersebut telah selesai baru Keppres tersebut dikeluarkan jauh lebih baik. Bisa saja keduanya dinyatakan tidak bersalah setelah melakukan upaya hukum, hal ini dikarenakan prosesnya masih berjalan.

Kalaupun nantinya dalam proses tersebut dinyatakan bersalah dan telah berkekuatan hukum tetap, maka Presiden dengan kewenangan yang ada, bisa memberikan Grasi bukan Amnesti dan Abolisi karena putusan tersebut sudah inkracht, lihat UU No. 5/2010. Tidak bermaksud memperhadapkan secara diametral antara Hak Prerogatif Presiden dengan Lembaga kekuasaan kehakiman akan tetapi upaya ini dilakukan semata-mata untuk menghormati proses hukum dan menjaga kewibawaan dari hukum itu sendiri.

Selain itu terdapat permasalahan lain sehubungan dengan UU Darurat No. 11/1954 pada pasal 1 menyebutkan Presiden, atas kepentingan Negara, dapat memberi amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang telah melakukan sesuatu tindakan pidana. Presiden memberi amnesti dan abolisi ini setelah mendapat nasihat tertulis dari Mahkamah Agung yang menyampaikan nasihat itu atas permintaan Menteri Kehakiman. ketentuan ini meskipun secara khusus mengatur terkait pemberian abolisi dan amnesti tetapi tidak relevan lagi dengan perkembangan Konstitusi saat ini, UU Darurat No. 11/1954 menyebutkan Presiden dapat memberikan amnesti dan abolisi setelah mendapat nasihat tertulis dari Mahkamah Agung sedangkan pada pasal 14 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan Presiden memberi amnesti dan abolisi berdasarkan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Artinya terdapat pertentangan UU Darurat No. 11/1954 dengan pasal 14 ayat (2) UUD 1945 dengan demikian UU Darurat No. 11/1954 tidak dapat digunakan sebagai rujukan untuk memberikan amnesti dan abolisi.

Baca halaman selanjutnya...

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...