MBG: Visi yang Manis tapi Pahit

Jika dilihat secara realitas ini menimbulkan kobodohon yang berkepanjangan bagi generasi dan tentu jelas anggaran makan bergizi gratis (MBG) akan menguntungkan para predator korporat yang memiliki kepentingan di dalamnya, namun begitu Indonesia bukan negara yang kepercayaannya murah.
Alih-alih disambut sorak, program Makan Bergizi gratis (MBG) justru diterpa gelombang resistensi dan skeptisisme, bukan hanya dari oposisi politik, tapi juga dari kelas menengah terdidik dan kelompok progresif yang biasanya berdiri di barisan pendukung kebijakan berbasis kesejahteraan sosial.
Mengapa? karena ingatan publik belum amnesia. karena jejak-jejak luka dari kebijakan sosial sebelumnya masih membekas, serta terlalu sering, harapan publik justru dijadikan alat transaksi kekuasaan.
Sejarah tak berdusta. pada masa pandemi COVID-19, ketika rakyat terkurung dan dapur nyaris padam, negara hadir lewat program bantuan Sosial (Bansos).
Namun, alih-alih menjadi penyelamat, ia berubah menjadi ladang bancakan. komisi pemberantasan korupsi (KPK) menyebutkan bahwa terjadi kerugian negara hingga Rp8 triliun akibat manipulasi data dan penyalahgunaan wewenang. Dana untuk rakyat yang lapar, nyatanya malah disantap oleh mereka yang sudah kenyang.
Kisah serupa juga terjadi pada program keluarga harapan (PKH). pada tahun 2022, program ini mencatat ketidaktepatan target hingga 15%. dalam bahasa yang lebih jujur: bantuan yang seharusnya sampai ke rumah-rumah miskin, justru nyasar ke tangan yang tak membutuhkan.
Maka publik pun bertanya, dengan nada getir: Apakah MBG hanya akan jadi lembar baru dari buku kebijakan lama yang korup? Apakah makanan gratis ini sungguh demi generasi sehat, atau hanya bungkus dari rente politik yang lapar akan proyek baru?
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar