MBG: Visi yang Manis tapi Pahit

Di sinilah MBG diuji: sebagai jalan keluar dari ketimpangan gizi atau sebagai panggung populisme yang lemah dimulai. dalam logika negara kesejahteraan, program makan gratis bukanlah barang baru bahkan di banyak negara, ia sudah menjadi standar yang tak lagi diperdebatkan.
Di Prancis, misalnya, lebih dari 6 juta anak telah menikmati program makan gratis pada tahun 2023. Sebuah angka yang bukan hanya besar , tapi mencerminkan betapa seriusnya negara melindungi tumbuh kembang warganya sejak dini.
Finlandia bahkan lebih maju lagi: Sejak tahun 1948, seluruh siswa di negara itu mendapatkan makan siang gratis. Hasilnya bukan spekulasi tingkat malnutrisi anak mereka turun drastis, hingga tinggal di bawah 2%.
Baca Juga: Program Aksi MBG dan Solusi Membangun SDM yang Sehat
di belahan dunia lain, misalnya Brazil meluncurkan Bolsa Familia, sebuah program transfer tunai bersyarat yang juga mencakup dukungan pangan dan gizi.
Hasilnya tak main-main. angka stunting yang semula 19,5% pada tahun 2000, berhasil ditekan hingga hanya 7% pada 2019. sementara itu, Jepang, negeri yang dikenal dengan kedisiplinan dan presisinya, telah menjalankan School Lunch program sejak 1947.
Hasilnya, mereka menjadi negara dengan angka stunting terendah di dunia hanya 2,1%. angka ini bukan sekadar statistik, tapi gambaran betapa sepotong makan siang bisa menjadi investasi besar bagi masa depan bangsa.
Jepang dan Finlandia telah membuktikan, tanpa banyak gembar-gembor, bahwa makan gratis di sekolah mampu membalikkan angka malnutrisi dan stunting secara drastis. tapi begini: meniru tak sama dengan menyesuaikan. Indonesia bukan Jepang, bukan pula Finlandia.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar