Tete Ali dan Komunikasi Empatik di Media Sosial

Makbul A.H Din

Pertama, di era digital, media sosial telah menjadi ruang publik baru di mana miliaran orang berinteraksi, berbagi, dan berdebat. Namun, sering kali interaksi kita dipenuhi dengan miskomunikasi, kesalahpahaman, dan bahkan agresi, yang sebagian besar berakar pada kurangnya komunikasi empatik.

Keterampilan yang seharusnya menjadi fondasi interaksi manusia ini seolah tenggelam di balik anonimitas dan kecepatan platform digital.

Kedua, bahwa Prinsip-prinsip komunikasi yang efektif dan empatik, sejatinya sangat relevan untuk diaplikasikan di media sosial, malah sebaliknya. Rizqiyah et al. (2025) menyebutkan bahwa kita semua perlu memiliki kemampuan "membimbing secara empatik".

Prinsip ini dapat kita perluas ke dalam interaksi online. Alih-alih langsung menghakimi atau menyerang, pengguna media sosial perlu belajar membimbing percakapan ke arah yang konstruktif dengan berusaha memahami sudut pandang orang lain.

Empati adalah jembatan yang memungkinkan kita melihat di luar teks dan mencoba merasakan apa yang mungkin dirasakan orang di balik layar.

Penggunaan teknologi komunikasi seharusnya bersifat fungsional, namun, "jika interaksi yang terjadi justru merusak hubungan, menyebarkan kebencian, atau melukai perasaan?

Padahal fungsionalitas teknologi harus mencakup kemampuannya untuk membangun komunitas yang sehat, yang hanya bisa dicapai dengan komunikasi yang santun dan efektif.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...