Kami Tak Pernah Aman

Alih-alih empati, yang muncul adalah olok-olok cabul dan sinisme.
Alih-alih kemarahan terhadap pelaku, masyarakat justru ramai mempermainkan penderitaan korban.
Sebagai mahasiswa psikologi, saya tahu betul: trauma kekerasan seksual tidak berakhir ketika laporan masuk ke kantor polisi.
Justru pada saat itulah, luka yang tak kasatmata mulai tumbuh: Ketakutan berlebih, gangguan tidur, perasaan bersalah yang tidak beralasan, kepercayaan diri yang hancur, bahkan trauma kompleks yang bisa bertahan hingga bertahun-tahun.
Banyak korban mengalami PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder), dan sebagian bahkan mengalami depresi berat atau keinginan bunuh diri.
Dan ketika masyarakat merespons dengan candaan atau sinisme, luka itu semakin dalam.
Korban merasa sendiri.
Korban merasa tidak dipercaya.
Korban merasa kotor, malu, dan tidak berharga.
Menurut Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan (2023), yang merujuk data resmi DP3A Maluku Utara, terdapat 391 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang tahun 2023, dengan Kota Ternate sebagai daerah tertinggi (85 kasus), disusul Kepulauan Sula (56) dan Halmahera Selatan (43)
Dan kita tahu: itu hanyalah angka yang tercatat.
Sisanya? Tenggelam dalam diam. Dalam rasa malu. Dalam ketakutan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar