Catatan
Festival Nyao Fufu

Oleh: Herman Oesman
(Dosen Sosiologi FISIP UMMU)
“...Dalam nyala bara nyao fufu (ikan bakar),
tersimpan bara semangat untuk tidak tunduk
pada arus yang menggerus akar kehidupan.”
Bulan Agustus 2025 ini, akan digelar sebuah kegiatan ekspresi budaya nan eksotik, Festival Nyao Fufu, berpusat di Kelurahan Dufa-Dufa. Sebuah pergelaran unik yang mengeksplorasi kegiatan keseharian warga nelayan yang barangkali sudah lama hilang.
Baca Juga: Mentalitas Pemimpin
Festival Nyao Fufu, dihadirkan justru di tengah gempuran modernisasi dan perubahan gaya hidup konsumtif, tatkala masyarakat pesisir dan kepulauan Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan identitas dan ketahanan pangan lokalnya.
Festival Nyao Fufu, tidak hanya sebagai ekspresi budaya, tetapi salah satu bentuk perlawanan. Festival Nyao Fufu tidak hanya menjadi ajang seremonial dan pariwisata semata.
Tetapi juga mengandung nilai simbolik sebagai bentuk resistensi terhadap tergerusnya ketahanan pangan berbasis lokal, yakni tergerusnya tradisi makan ikan dan kearifan ekologi pesisir yang mulai di (ter)abaikan.
Umumnya, masyarakat pulau dan pesisir, terutama di Maluku Utara telah lama menggantungkan hidup dari laut dan hasil tangkapan ikan.
Baca Juga: Koran Digital Malut Post Edisi 4 Agustus 2025
Aktivitas memancing, memasak, dan mengonsumsi ikan secara kolektif merupakan praktik kultural yang berakar kuat dalam kehidupan sosial masyarakat pesisir di Maluku Utara.
Pangan lokal seperti ikan (bakar) merupakan simbol keberlanjutan dan kedaulatan pangan masyarakat nelayan yang hidup dalam harmoni dengan laut, tapi kini, diterjang oleh keanekaragaman makanan yang instant, yang kerap mengundang ancaman.
Baca Halaman Selanjutnya..



Komentar