Sekretaris Bidang Idiologi dan Karya Kekaryaan DPP Partai GOLKAR Dukung Sikap Gerindra Soal Putusan MK: Norma Baru Bukan Kewenangan MK

Helmi Djen
Helmi Djen

Jakarta, malutpost.com -- Sekretaris Bidang Idiologi DPP Partai Golkar, Helmi Djen, menyatakan dukungannya dan apresiasi yg tinggi terhadap pernyataan Sekjen Partai Gerindra, Sugiono, yang mengkritik keras putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan daerah. Menurut Helmi, putusan tersebut telah melampaui kewenangan MK dan berpotensi menciptakan preseden buruk dalam tata hukum ketatanegaraan Indonesia.

“Kami sejalan dengan pandangan Pak Sugiono. MK hanya diberikan kewenangan untuk menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945, bukan menciptakan norma baru. Ketika MK masuk ke ranah itu, maka telah terjadi pelanggaran terhadap prinsip dasar negara hukum dan pembagian kewenangan antar lembaga,” ujar Helmi di Jakarta, Sabtu (2/8/2025).

Helmi menambahkan, keputusan MK yang bersifat final and binding seharusnya menjamin kepastian hukum, bukan justru menciptakan ketidakpastian melalui putusan-putusan yang inkonsisten. Ia menilai bahwa prinsip finalitas dalam putusan MK tidak boleh dijadikan alat justifikasi untuk melampaui batas konstitusionalnya.

“Dalam hukum tata negara kita, UUD 1945 adalah grundnorm — norma dasar tertinggi. MK tidak boleh melahirkan norma baru yang justru bertentangan dengan sistem nilai yang menjadi fondasi konstitusi. Ini juga sejalan dengan stufenbau theory dari Hans Kelsen yang harus dipahami secara utuh,” ujarnya.

Pernyataan Sugiono sebelumnya menyoroti bahwa putusan MK mengenai pemisahan pemilu dapat menyebabkan kekosongan jabatan di lembaga legislatif daerah. Helmi Djen menegaskan bahwa langkah MK ini menyerupai upaya membentuk konstitusi baru secara yudisial, yang menurutnya dalam perspektif hukum Islam merupakan perbuatan haram karena bertentangan dengan nash yang sudah qath’i (jelas).

Helmi mengapresiasi sikap Sekjen Gerindra dalam mengawal orisinilitas konstitusi dgn menyampaikan kritik tajam terhadap MK. Ia juga mengingatkan bahwa kelahiran MK sendiri dalam amandemen konstitusi dimaksudkan untuk menjaga orisinalitas UUD 1945, bukan untuk menafsirkan ulang hingga mengaburkan norma dasar.

“Kami mengingatkan semua pihak, termasuk MK, untuk tidak menempatkan diri sebagai aktor pembentuk norma konstitusi. Perubahan sistem harus melalui mekanisme politik yang sah, yakni legislatif dan amandemen terbuka. Kalau tidak, ini bisa mengarah pada delegitimasi lembaga-lembaga demokrasi,” tegasnya.

Dengan pernyataan ini, Partai Golkar dan Partai Gerindra tampak satu suara dalam menegaskan pentingnya menjaga konstitusionalitas, kejelasan norma, dan kewenangan kelembagaan dalam sistem demokrasi Indonesia. (red)

Komentar

Loading...