HAN dan Ironi Asap Rokok di Sekolah Dasar

Putri Citra Abidin

Orang tua murid mungkin tahu bahwa gurunya merokok, tapi tidak berani menegur. Kepala sekolah tahu, tapi memilih menghindari konflik. Pemerintah daerah tahu, tapi lebih sibuk dengan target administrasi dan akreditasi.

Maka sekolah-sekolah terus saja membiarkan perilaku itu berlangsung, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Inilah wajah perlindungan anak yang sebenar-benarnya: ramai di bibir, tapi kosong di lapangan.

Hari Anak Nasional seharusnya tidak menjadi panggung pencitraan, tetapi momen koreksi besar. Sudah saatnya kita berhenti berpura-pura.

Perlindungan anak bukan dimulai dari panggung seremoni, tetapi dari langkah-langkah konkret di lingkungan yang paling dekat dengan mereka.

Sekolah harus menjadi ruang bebas rokok, dan para guru harus menjadi panutan, bukan sumber bahaya. Jika guru tidak bisa berhenti merokok, setidaknya mereka harus sadar bahwa di lingkungan sekolah, mereka punya tanggung jawab untuk memberi contoh yang sehat dan layak ditiru.

Perubahan tidak akan datang jika kita terus menganggap perilaku buruk sebagai hal biasa. Dan masa depan anak-anak kita tidak akan cerah jika hari ini mereka dikelilingi asap rokok yang kita biarkan menyelimuti ruang belajar mereka.

Maka Hari Anak Nasional bukan sekadar waktu untuk memberi selamat, tapi waktu untuk bertanya dengan serius: apakah anak-anak kita benar-benar terlindungi, atau hanya menjadi objek seremoni dalam negara yang tak pernah sungguh-sungguh memihak masa depan mereka? (*)

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...