Pudarnya Pesona Halmahera

Kabupaten Halmahera Tengah dan Halmahera Timur menjadi dua wilayah dengan izin tambang paling padat. Namun, menurut data BPS, angka kemiskinan di wilayah tersebut justru tidak mengalami penurunan signifikan, bahkan meningkat pada periode 2022–2023 di beberapa kecamatan terdampak langsung.
Dalam Buku Ternate dalam Lintasan Waktu, Irman Saleh menunjukkan bagaimana rel asi kekuasaan di Maluku Utara selalu berkisar di seputar pusat kekuasaan yang cenderung mengabaikan pinggiran seperti Halmahera.
Sejak masa kolonial hingga otonomi daerah, Halmahera selalu diposisikan sebagai hinterland bagi kepentingan pusat kekuasaan.
Baca Juga: Prostitusi dalam Tubuh Pendidikan
Tradisi maritim yang kuat di Ternate dan Tidore menciptakan hegemoni yang menjadikan Halmahera sebagai objek pengambilan sumber daya, bukan subjek penentu kebijakan.
Hegemoni itu berlanjut hingga sekarang dalam bentuk yang lebih terstruktur pemerintah, elite lokal, dan investor tambang berselingkuh atas nama pembangunan. Hutan dibuka, sungai dialiri limbah, dan masyarakat adat diusir dengan dalih legalitas investasi.
Sebuah pengulangan kolonialisme dalam wujud baru, yang lebih tragis, pendidikan sebagai harapan perubahan justru tergusur oleh logika tambang.
Sekolah-sekolah di kawasan tambang kekurangan guru, fasilitas rusak, dan para sarjana lebih memilih bekerja sebagai buruh tambang karena gaji yang lebih menjanjikan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar