(Sebuah Jebakan Bermotif Pariwisata dalam Kepentingan Investasi)

Pulau Sayafi dalam Pusaran Kepentingan PT-IWIP

Yadin Panzer

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) melaporkan bahwa 35 pulau kecil di Indonesia telah dialokasikan untuk pertambangan, dengan total luas 351.933 hektare dan 195 izin yang dikeluarkan.

Ahmad Aris dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menjelaskan bahwa tumpang-tindih regulasi dan kewenangan berbagai kementerian menjadi faktor utama penambangan di pulau-pulau kecil, meskipun hal ini sebenarnya dilarang oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014.

Meskipun Indonesia tidak memiliki undang-undang yang memperbolehkan penjualan pulau. Dan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 8 Tahun 2019, pelaku usaha hanya dapat memanfaatkan maksimal 70 persen dari luas pulau. Sisa 30 persen dikendalikan oleh negara untuk konservasi, akses publik, dan kepentingan umum lainnya.

Baca Juga: Jeruji Besi, Keadilan dan Warisan

Dan ‘Pulau Sayafi’ juga termasuk dalam 84 pulau yang telah diprivatisasi, menjadi alasan paling cerdas kita untuk mencurigai maksud dari kerjasama pemda dan pihak PT-IWIP.

Kenapa demikian? Kenapa harus PT-IWIP? Kalau alasannya untuk operasi hama dan hewan liar, seperti babi dan sapi, berkeliaran di pulau tersebut.

Kiranya, kalau digabungkan dengan alasan pengembangan, operasi hama dan hewan liar bukanlah konsep yang dimaksud pengembangan untuk destinasi suatu pariwisata.

Kita bisa melihatnya sebagai isyarat tiadanya keterikatan yang berakhir keberlanjutan, dari kerjasama dengan investasi (PT-IWIP), menjadi sebuah dasar etis.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...