Dilema Ketidakpastian Hukum

Oleh: Risman Tidore
(Pengurus MD KAHMI Tidore Kepulauan)
Jika direview isi UU No. 46/1999 tidak ada satu pasal pun yang mengatur tentang batas batas hukum wilayah sofifi "sebagai" Ibukota Provinsi maluku utara melainkan hanya "ibukota provinsi maluku utara berkedudukan di Sofifi" sebagaimana bunyi pasal 9 ayat (1).
Namun di pasal 20 ayat (1) UU yang sama justru mempertegas bahwa "sementara menunggu kesiapan prasarana dan sarana yang memadai bagi ibukota Provinsi Maluku Utara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), ibukota sementara ditetapkan di Ternate.
Baca Juga: Emergency Exit untuk Ibu Kota
Dalam kurun waktu satu dekade setelah pembentukan provinsi Maluku Utara, kedudukan Sofifi sebagai Ibukota Provinsi mendapatkan sedikit kehormatan statusnya sebagai pusat aktivitas pemerintah provinsi.
Melalui peresmian yang ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Presiden SBY sebagai simbol perpindahan ibukota dari Ternate ke Sofifi tepatnya di lapangan Ngaralamo, kelurahan Salero, Kota Ternate, (4/8/2010).
Problematik, pemindahan Ibukota Provinsi Maluku Utara dari Kota Ternate ke Sofifi pada saat yang sama status kota Sofifi yang merupakan nama sebuah kelurahan di kecamatan oba utara justru berada dalam wilayah hukum administrasi Kota Tidore Kepulauan.
Baca Juga: Koran Digital Malut Post Edisi 21 Juli 2025
Meski demikian UU No. 46/1999 menjadi dasar kedudukan hukum ibukota namun syarat kota administratif yang otonom secara normatif diatur dalam ketentuan UU No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah guna mendapatkan kepastian hukum maka dibentuklah norma baru tentang Pembentukan Kota Sofifi sebagai daerah otonom baru (DOB).
Dan berdiri sendiri sehingga syarat persetujuan DPRD dan Pemerintah Kota Tidore kepulauan sebagai daerah induk saat ini tentu menjadi kewajiban mutlak dipenuhi.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar