(Kajian Yuridis)
Problematik Pembentukan DOB Sofifi

Aspek Legal Pembentukan Sofifi sebagai Kota Otonom
Pasal 18 UUD NRI 1945 menegaskan bahwa pembentukan daerah otonom harus diatur melalui undang-undang. Syarat pembentukan daerah otonom baik administratif maupun dasar (kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, jumlah penduduk, luas wilayah, kondisi geografis, dan keamanan) diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah jo. PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
Pasal 7 dan 8 huruf (c) PP No. 78 Tahun 2007 menegaskan bahwa syarat fisik kewilayahan pembentukan kota paling sedikit meliputi 4 kecamatan.
Jika Sofifi ingin dibentuk menjadi kota otonom sebagai pusat pemerintahan Provinsi Maluku Utara, maka harus memenuhi syarat tersebut. Empat kecamatan yang memungkinkan untuk memenuhi syarat itu adalah: Kecamatan Oba, Kecamatan Oba Tengah, Kecamatan Oba Utara dan Kecamatan Oba Selatan.
Baca Juga: Pemekaran Daerah: Kebutuhan atau Euforia Demokrasi?
Keempatnya berada dalam wilayah administrasi Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, sehingga memerlukan persetujuan dari DPRD dan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan. Persetujuan ini bersifat mutlak dan tidak boleh direkayasa.
Oleh karena itu, dialog antara Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan sangat penting dan mendesak.
Mengabaikan prosedur hukum dan menggiring kekuasaan pusat dalam pembentukan Sofifi sebagai kota otonom tanpa dialog akan merusak sistem hukum pemerintahan yang bersifat bottom-up, mempertontonkan arogansi kekuasaan, dan bisa menimbulkan konflik.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar