(Kajian Yuridis)
Problematik Pembentukan DOB Sofifi

Ketiga, Pasal 9 ayat (1) UU No. 46 Tahun 1999 menegaskan bahwa Ibu Kota Provinsi Maluku Utara berkedudukan di Sofifi, bukan di "Kota Sofifi". Frasa "berkedudukan di Sofifi" berbeda dengan "berkedudukan di Kota Sofifi".
Artinya, perlu mengubah status Sofifi dari sebuah kelurahan menjadi kota otonom pusat pemerintahan Provinsi Maluku Utara.
Adalah keliru jika Pasal 9 ayat (1) UU No. 46 Tahun 1999 ditafsirkan seolah-olah Sofifi otomatis menjadi kota otonom tanpa pembentukan melalui undang-undang sebagaimana perintah UUD NRI 1945.
Baca Juga: Presidium Rakyat Tidore Sampaikan Penolakan Soal DOB Sofifi
Keinginan untuk membangun Sofifi sebagai pusat pemerintahan harus meletakkannya sebagai sebuah kota otonom, bukan kecamatan, apalagi kelurahan.
Tarik Ulur Sofifi sebagai Daerah Otonom
Keinginan membangun pusat pemerintahan Provinsi Maluku Utara telah lama bergema sejak diresmikan oleh pemerintah. Lima tahun pertama pusat pemerintahan berada di Kota Ternate sebagai masa transisi untuk persiapan infrastruktur. Setelah itu, dilakukan perpindahan ke Sofifi.
Penulis merasa beruntung menyaksikan langsung proses perpindahan tersebut sebagai anggota DPRD Provinsi Maluku Utara periode 2004–2009 dan 2009–2014, ikut berkontribusi dalam percepatan pembangunan Sofifi sebagai pusat pemerintahan, di tengah keterbatasan anggaran, melalui komisi, badan anggaran, dan pendapat fraksi.
Di tengah keterbatasan APBD Provinsi, Gubernur Maluku Utara saat itu Thaib Armayn memiliki gagasan besar untuk membangun Sofifi sebagai pusat pemerintahan. Politik anggaran (budgeting policy) saat itu mengarahkan 80 persen belanja langsung Dinas PUPR untuk pembangunan infrastruktur di Sofifi.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar