Tantangan Utama Gubernur Terpilih Maluku Utara.
Problematika 25 Tahun Keberadaan “Ibu Kota Imajiner Sofifi”

Oleh: Gunawan A. Tauda
(Akademisi Universitas Khairun)
Permasalahan 25 tahun keberadaan “Ibu Kota Imajiner Sofifi” merupakan tantangan Utama Gubernur Terpilih Maluku Utara, pernyataan ini relevan dikemukakan pada HUT Provinsi di 12 Oktober ini.
Mengingat, ketidakpastian hukum pengaturan ibu kota provinsi merupakan permasalahan fundamental di daerah, yang perlu diselesaikan.
Telah banyak uraian yang menjelaskan mengenai dampak negatif permasalahan ibu kota ini, sehingga tidak perlu lagi dikemukakan secara mendetail.
Sederhananya, selama permasalahan kronik yang berdampak sistemik ini tidak selesai, maka sejatinya perkembangan atau kemajuan pembangunan daerah provinsi mengalami stagnasi.
Selama ini, Sofifi di Kota Tidore Kepulauan merupakan ibu kota imajiner, sesuatu yang nampaknya ada, namun realitas hukumnya tidak ada. “Kota Sofifi”, sejauh ini hanya merupakan kota yang diimajinasikan oleh sebagaian kalangan dan berada di ruang hampa.
Permasalahan Mendasar Pengaturan Sofifi
Permasalahan mendasarnya tentu saja, pengaturan dalam Pasal 9 ayat (1) & Penjelasan UU 46/1999, yang menentukan: “Ibukota Propinsi Maluku Utara berkedudukan di Sofifi [sebagian wilayah di Kec. Oba Kab. Halteng”.
Pengaturan ini menjadi tidak jelas dan tidak pasti, mengingat dua hal, pertama, dalam penggunaan entitas Sofifi dalam Pasal tersebut merujuk pada satuan wilayah teritorial, bukan satuan pemerintahan daerah (kota).
Jika saja Pembentuk Undang-Undang saat itu ‘berani’ menggunakan frasa “berkedudukan di kota Sofifi”, sebagaimana pengaturan pada Undang-Undang Pembentukan Provinsi Gorontalo, dan Maluku.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar