(Kajian Yuridis)

Problematik Pembentukan DOB Sofifi

Hendra Karianga

Namun, realisasi Sofifi sebagai kota otonom tidak semudah membalik telapak tangan. Hal ini juga tidak serta-merta dapat menghapus otoritas dan kedaulatan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan sebagai pemilik wilayah administrasi.

Persetujuan DPRD dan Pemerintah Kota Tidore menjadi syarat mutlak, sesuai UU No. 23 Tahun 2014 yang mengatur syarat administratif, selain syarat dasar seperti kemampuan ekonomi, potensi daerah, kondisi sosial budaya, jumlah penduduk, luas wilayah, dan faktor keamanan (potensi konflik).

Baca Juga: Soal DOB Sofifi, Ini Kata Ketua Komisi I DPRD Maluku Utara

Sofifi harus direalisasikan sebagai kota otonom pusat pemerintahan dan pembangunan Provinsi Maluku Utara berdasarkan kerangka legal yang bersifat konstitutif.

Membentuk Sofifi sebagai daerah otonom baru harus melalui kajian komprehensif dari aspek politik, hukum, keamanan, dan sosial budaya.

Pertama, karena status Sofifi saat ini adalah kelurahan yang berada pada wilayah hukum administrasi Pemerintah Kota Tidore berdasarkan UU No. 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Timur, dan Kota Tidore Kepulauan di Provinsi Maluku Utara.

Kedua, Pasal 18 ayat (1) UUD NRI 1945 secara atributif mengatur bahwa pembentukan kota otonom harus melalui undang-undang. Memisahkan sebagian wilayah administratif dari sebuah daerah otonom harus melalui mekanisme perundang-undangan dan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.

Inilah yang menjadi problematika mengapa peningkatan status Sofifi menjadi daerah otonom yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan Provinsi Maluku Utara harus dilakukan secara benar.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6

Komentar

Loading...