Menjahit Luka Moral di Tanah Rempah: Peran BK dalam Isu Kekerasan Seksual

Sebagai pilar penting dalam pendidikan, layanan BK memiliki mandat lebih dari sekadar mendisiplinkan siswa. Konselor sekolah memiliki tanggung jawab membangun ruang aman, tempat di mana korban kekerasan seksual dapat menyuarakan keresahannya tanpa rasa takut atau malu.
Konselor bukan sekadar pendengar, tetapi juga fasilitator penyembuhan. Mereka memiliki keahlian dalam menangani trauma, membangun kembali kepercayaan diri korban, dan menjembatani korban dengan layanan hukum maupun medis.
Baca Juga: Peran Bimbingan Konseling dalam literasi
Lebih jauh, BK juga perlu menjadi pelopor pendidikan kesadaran seksual sehat dan sistem deteksi dini terhadap potensi kekerasan. Sayangnya, di banyak sekolah di Maluku Utara, peran BK belum sepenuhnya dioptimalkan.
Konselor kerap hanya dilibatkan dalam urusan disiplin dan pelanggaran tata tertib, bukan dalam isu-isu kemanusiaan yang lebih substansial seperti kekerasan seksual. Padahal, dalam konteks ini, BK seharusnya memegang peran strategis.
Dalam menjahit luka yang ditinggalkan oleh kekerasan seksual, BK dapat merancang pendekatan yang holistik. Mulai dari pendampingan psikologis individu dan kelompok melalui ruang aman (safe space).
Hingga psikoedukasi yang memberikan pemahaman kepada korban tentang respons tubuh terhadap trauma dan strategi coping yang sehat.
Teknik konseling berbasis trauma seperti CBT, EMDR sederhana, hingga terapi naratif menjadi bagian dari pendekatan penyembuhan yang dibutuhkan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar