LBH Ansor Kota Ternate Kecam Polda Maluku Utara karena Somasi Warga soal Lahan

Ketua LBH GP Ansor Ternate, Zulfikran A. Bailussy.

Ternate, malutpost.com -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor Kota Ternate mengecam tindakan Kapolda Maluku Utara (Malut), Irjen Pol. Waris Agono, yang melakukan somasi atau teguran hukum terhadap masyarakat di tiga kelurahan, Kota Ternate.

Tiga kelurahan tersebut adalah Ubo-Ubo, Kayu Merah dan Bastiong Karance.

Dalam surat somasi tertanggal 8 Juli 2025, Polda memerintahkan warga untuk mengosongkan lahan seluas 45.735 meter persegi yang disebut sebagai milik Polri/Ex-Brimob Polda Malut, dengan ancaman gugatan hukum jika tidak dilaksanakan dalam waktu 60 hari.

Ketua LBH GP Ansor Kota Ternate, Zulfikran A. Bailussy, mengatakan, tindakan tersebut adalah bentuk pengabaian terhadap prinsip due process of law dan keadilan substantif, sekaligus mencederai semangat perlindungan hak-hak warga negara atas tanah yang dikuasai secara turun-temurun.

"Jangan hanya kirim surat ancaman pengosongan. Tunjukkan secara terbuka kepada masyarakat apa dasar yuridis atau alas hak kepemilikan lahan tersebut. Apakah benar tanah ini dikuasai berdasarkan prosedur hukum yang sah dan adil?,” kata Zulfikran, Rabu (15/7/2025).

Dia meminta Polda transparan terkait sertifikat. Jangan hanya mengklaim lahan tersebut bersertifikat milik negara atas nama Polri/Ex-Brimob, tapi harus dibuka ke publik dokumen sertifikat tersebut, termasuk nomor sertifikat, tahun terbit, dasar penerbitan. Kemudian apakah sertifikat itu melalui konsultasi dengan Pemkot Ternate serta terdapat peralihan hak, ganti rugi, atau pemberitahuan kepada warga saat sertifikat diterbitkan.

"Masyarakat berhak tahu sejak kapan lahan yang mereka tinggali selama puluhan tahun itu berubah status menjadi milik institusi negara. Apakah mereka diberi tahu?, apakah pernah ada proses perundingan atau ganti rugi?, ini yang harus dijelaskan secara adil,” katanya.

Apalagi lanjut Julfikran, Polda Malut sedang dalam proses pindah ke Ibu Kota Provinsi di Sofifi, sehingga menurut LBH Ansor langkah somasi ke warga justru menimbulkan paradoks kebijakan institusi.

"Logikanya, jika Polda benar-benar serius memindahkan markas ke Sofifi, mengapa masih sibuk menggugat warga di Ternate? Ini menimbulkan kecurigaan bahwa penguasaan lahan ini bukan untuk kepentingan negara, tetapi untuk proyek atau kepentingan tertentu yang belum diungkap ke publik," ujarnya.

Ia mendesak Polda hentikan sementara seluruh proses somasi dan rencana gugatan sampai proses klarifikasi atas hak dilakukan secara transparan, melakukan musyawarah terbuka bersama masyarakat terdampak, Pemkot Ternate, BPN dan tokoh masyarakat. Sehingga bisa diperoleh solusi yang adil, meninjau kembali kebijakan pengamanan aset negara yang selama ini kerap menempatkan warga sebagai objek represi, bukan sebagai subjek hukum yang dilindungi.

"Terlalu sering kita melihat pendekatan hukum dilakukan tanpa nurani. Hukum digunakan bukan untuk melindungi warga, tapi menekan. Ini yang coba kami koreksi secara konstitusional," pungkasnya. (one) 

Komentar

Loading...